Siaran Bae

Kamis, 10 Mei 2012

BEASISWA “Membatasi Kritis Mahasiswa?”


Setiap mahasiswa tentu akan senang sekali mendapatkan beasiswa, yaitu “bantuan” yang diberikan secara tunai (bukan BLT programnya pemerintah) atau melalui rekening. Apapun itu tentu saja menyenangkan. Sama-sama mendapatkan uang untuk membayar kuliah, beli buku, membayar kosan, makan, atau mentraktir pasangannya (ga harus pacar, mungkin sahabat atau saudaranya). Gw pun merasakan hal yang sama, apalagi bukan berasal dari keluarga kalangan menengah ke atas. Bagi mereka yang amat sangat tercukupi tentu saja beasiswa bukanlah sebuah prestasi atau sesuatu yang perlu dikejar. Bagi gw beasiswa adalah modal hidup dikampus.
Beasiswa meringankan beban pikiran yang selama ini menghantui disetiap kondisi, terutama bila berhadapan dengan apapun yang mengharuskan keluar banyak uang. Kuliah pun akan lebih focus serta termotivasi karena dengan IP besar mampu mempertahankan beasiswa tersebut.
Beasiswa terkadang melemahkan bagi orang-orang yang tidak sadar fungsi adanya beasiswa itu sendiri. Termasuk dengan gw, seharusnya beasiswa yang gw dapetin mampu menyadarkan untuk lebih serius kuliah. Minimal tidak pernah bolos kecuali sakit yang mengharuskan istirahat total. Serta mampu meningkatkan prestasi akademik, minimal IP diatas 3,5. Justru gw semakin berani untuk mem-bolos kuliah dengan memilih mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pelatihan, Training Of Trainer atau lomba non akademik.
“Ah, kuliah udah dibiayain ini. ga perlu khawatir. Yang penting IP 3 sudah aman.”
Benar atau salah silahkan dinilai sendiri, bagi gw IP bukanlah sebuah hal yang cukup menarik untuk dikejar. Sekalipun pernah baca dalam sebuah buku “Jangan Kuliah Kalo Ga Sukses” ada lulusan Teknik Informatika ITB dengan IPK 4 mengatakan:
“Jikalau IP bukan suat hal yang besar, apakah layak mendapatkan amanah yang lebih besar bila dengan hal yang kecil saja GAGAL.”
Sempat kalimat itu terngiang-ngiang dalam pikiran kemudian masuk dalam hati dan disebarkan oleh darah keseluruh tubuh. Hanya beberapa saat saja. Motivasi gw untuk bisa mengelilingi Indonesia yang kaya akan segalanya menutupi semua nasihat-nasihat dari siapapun yang mengharuskan gw dapet IP besar.
Kembali lagi kepada beasiswa, dalam benak gw yang paling dalam serta propokasi dari salah satu dosen. Beasiswa seolah membungkam mahasiswa untuk bebas mengekspresikan dirinya ketika melihat ketidakbenaran berlarian bebas dihadapan gw. Seperti satria baja hitam yang gagal berubah gara-gara lupa mantera akibat dipengaruhi monster “lupa”. Begitu juga dengan mahasiswa yang sengaja dibuat lupa dengan idealismenya sehingga diam tanpa berbuat apapun karena sudah nyaman di fasilitasi oleh kampus, yaitu beasiswa. Seperti halnya salah satu tokoh di film “GIE” yang sangat idealis ketika menjadi mahasiswa, bahkan cukup kritis melihat “ketidakharmonisan” pemerintahan di massa orde lama. Aksi dijalan dilakukan, membuat selembaran kritikan seolah kewajiban. Namun setelah lulus dan masuk menjadi anggota dewanh kemudian diberikan berbagai fasilitas. Bungkamlah dia.
Gw sendiri seperti halnya satria baja hitam, namun bisa berubah bila mau memilih resiko dengan perubahan yang dilakukan. Dan ini yang gw pilih.
“Bermula dari kegiatan demokrasi kampus, yaitu pemilihan Presiden Mahasiswa. Terdapat 3 calon pasangan. Setelah berakhir pemilihan terpilihlah pasangan Juhri-Bayu sebagai Presma. Namun ada beberapa hal yang membuat mereka digagalkan sebelum pelantikan. Sehingga disahkan pasangan Sandra-Haedi yang terpilih. Pada akhirnya kedua pasangan tersebut bersiteru dengan berbagai gaya masing-masing. Saling mempertahankan dan mengakui dirinya Presma. Hingga tiba waktunya mahasiswa baru berdatangan. Ospek universitas pun dijalankan. Namun tanpa diduga pada acar pembukaan terjadi keributan dua pasangan presema tersebut yang membuat beberapa mahasiswa terluka.
Siangnya gw dating kekampus hendak melihat kondisi ospek. Maklum lagi mendapat amanah sebagai Ketua Pelaksana Ospek fakultas. Berbekal informasi dari beberapa pihak membuat gw dan beberapa teman lainnya menarik mahasiswa baru (maba) FKIP untuk tidak melibatkan diri di Ospek universitas. Keributan kembali terjadi karena panitia ospek universitas tidak mengizinkan maba  FKIP menarik diri dari ospek Universitas. Sedang gw khawatir bila maba FKIP tidak menarik diri aka nada lagi korban selanjutnya akibat dua pasangan yang bersitegang.
Beberapa bulan kemudian, pembagian beasiswa PGN di bagikan secara tunai. Setiap mahasiswa yang berhak mendapatkannya diharuskan hadir untuk mengambil langsung. “Kecuali Deni Setiadi, silahkan mengambil beasiswa tersebut.” Begitu salah satu pegawai kemahasiswaan berbicara.
“Deni. Beasiswa kamu ditahan sampai menyerahkan berkas permohonan maaf karena telah melakukan penarikan massa ketika acara ospek universitas. Kamu harus meminta maaf kepada Rektor, PR3, Kabag Kemahasiswaan, serta panitia ospek universitas. Dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangi mereka”
Bagi gw minta maaf bukan suatu hal yang sulit dilakukan, sebelum mereka menyuruh meminta maaf. Gw sendiri sudah melakukannya. Karena dikhawatirkan mempunyai kesalahan selama berinteraksi dengan mereka. Namun gw diharuskan meminta maaf karena melakukan penarikan maba FKIP.  Tentu ukan karena gengsi gw tidak menuruti kemauan mereka. Apa yang dilakukan dulu merupakan sebuah hal yang benar bagi gw. Demi keamanan dan keselamatan maba FKIP yang pada saat itu gw sendiri mempunya tanggung jawab untuk menjaga mereka.
Berbagai masukkan dan interpensi akhirnya mengharuskan gw meminta maaf, dan uang itu pun diberikan. Entah ini nasihat atau ancaman, namun bagi gw lebih ke sebuah masukan untuk tidak banyak berperilaku tidak menyenangkan menurut mereka yang bisa merugikan atau menurunkan grade mereka.
“Awas saja, kalau merusak atau mengganggu lagi acara kampus. Beasiswa siap-siap diputus.”
Namun itu tidak terjadi untuk kali ini. sempat terjadi kesalahan data IPK dimana gw yang seharusnya IPK diatas 3 justru tercantum di Pusat Data dan Informasi (Pusdainfo) dibawah 3. Sebenarnya tinggal gw hubungi pusdainfo dengan memperlihatkan bukti bahwa IPK gw diatas 3 cukup menyelamatkan untuk tetap mendapat beasiswa PGN. Ah, lagi-lagi idealisme muncul yang membuat gw belum merubah kesalahan data tersebut.
“Biarlah tidak dapat beasiswa lagi, setidaknya mengurangi beban gw terhadap pemberi beasiswa dan membebaskan diri untuk bebas berekspresi serta kritis ketika ketidakbenaran itu kembali ada tanpa takut ancaman pencabutan beasiswa.”
Denis Khawarizm

Beasiswa, Oh Senangnya…….”


Beasiswa dan beasiswa, satu kata yang cukup menarik perhatian terutama bagi mahasiswa yang baru mengijakkan kakinya dikampus. Atau karena alasan itulah yang membuat lulusan sekolah menengah ke atas berani untuk melanjutkan studinya. Bahkan membuat para petani tidak khawatir memberikan izin kepada anaknya untuk belajar di sebuah “kampus”. Bagi siapapun yang “membutuhkan” beasiswa kebanggan tersendiri bahkan bisa dikatakan prestasi, termasuk gw. Apalagi ketika orang-orang atau adik tingkat yang bertanya tentang beasiswa, bangga banget bisa menjelaskan sesuatu hal yang kita sendiri pelakunya. Dialog yang seringkali terjadi:
Misal,  Adik tingkat adalah A
Gw adalah B
A         : “Ka, di Untirta ada beasiswa apa za?”
B         : “Banyak dek, Bidik Misi, Perusahaan Gas Negara, BUMN, Eka Tjipta, PPA, BBM,  Djarum, Toyota Astra, BTN, Supersemar, BCA, Orbit, Bank Indonesia, dll”
A         : “kaka dapet beasiswa apa?” 
Tidak niat untuk riya atau riba, hanya sekedar membangga-banggakan diri sendiri, ah sama saja sepertinya. Masuk riya tuh. Oke  deh, Insya Allah ikhlas, ah ga ikhlas tuh. Dimana-mana kalau ikhlas ga boleh disebut kata “ikhlas” nya. Apapun pikiran kalian yang pasti gw harus jujur apa adanya.
B         : “Alhamdulillah dek, dapet beasiswa PGN, perusahaan Gas Negara.”
A         : “Wih hebat ka, mau dong dapet beasiswa juga kaya kaka”
Sepertinya hati yang lemah ini mulai di uji, dengan pujian-pujian seperti itu. Apalagi kalau cewe yang bertanya semakin melemahkan saja. Untung selalu inget untuk setia kepadanya, entah “kepadanya”  sebenarnya suka atau tidak. Akhirnya Gw anggap yang bertanya adalah adik-adik gw yang harus mendapatkan asupan informasi di per-Kuliah-an terutama tentang beasiswa.
B         : “Pasti bisa dek, tinggal pilih za mau yang mana.”
A         : “Apa za ka persyaratannya?” Dengan nada penasaran
B         : “Sebenarnya simple, minimal IP 3 atau 3,5 terus kalau ada pembukaan beasiswa, minta ke orang tuanya supaya pemakaian listrik dikurangi. Biasanya disuruh mengumpulkan struk listrik dibulan pas kita ngajuin beasiswa.”
A         : “Denger-denger untuk dapetin IP 3 itu susah ya ka?
B         : “Biasanya kalau semester 1 mah mata kuliahnya masih umum, atau pengulangan materi di SMA. So dapet 3 masih mudah. Belajar za yang serius. Dan ga boleh hanya sekedar jadi mahasiswa pelengkap yang gagap informasi. Harus aktif dikelasnya, biar dosen kenal sama kita dan bisa banyak dapet informasi dari para dosen.”
A         : “Insya Allah ka, Mohon bimbingannya?”
Whats??? Minta bimbingan dari gw, ga salah tuh? Berat banget diminta ngebimbing, IP gw ga selalu diatas 3,5. Tapi inilah tugas sebagai kaka yang baik. Berusaha dengan sekuat tenaga diiringi dengan niat yang tulus jadilah “kue donat”.
B         : “Sering komunikasi za, ini juga bagian dari negbangun komunikasi. Kamu dengan kaka. Sering-sering nanya sama kaka tingkat. Setidaknya mereka sudah lebih dulu merasakan hal yang akan kita alami. Salah satu kunci  biar dapet beasiswa Duha dan Tahajud”

Yupzz, dua kata yang cukup popular dikalangan mahasiswa. Mungkin sejak SMA, apalagi kalau mendekati Ujian Nasional. Sepertinya mushola atau masjid sekolah penuh disesaki oleh siswa kelas tiga untuk melaksanakan solat duha. Dan tahajud menjadi rutinitas yang tidak tertinggalkan. Mudah-mudahan setiap orang yang pernah melaksanakannya tetap istiqomah. Amiiin.
Bagi gw sendiri, dua kata tersebut seperti kata sakti yang memberikan petunjuk jalan untuk mendapatkan apapun yang kita butuhkan. Duha dan Tahajud, ini yang selalu gw ceritain bahwa dua kata itu sudah membuktikannya. Terutama pada penerima beasiswa PGN. Kebanyakan orang-orang yang dapet beasiswa itu sering gw lihat Duha di masjid kampus (Bukan untuk sombong, sumpah deh!!!). Dimanapun kita berada, sama-sama berusaha untuk selalu melaksanakan Solat Duha dan Tahajud. Duha sebagai ibadah meningkatkan rizky, sedangkan Tahajud, ketika kita berdoa setelah solat itu Insya Allah akan cepat terkabul karena pada waktu tersebut, Allah langsung turun untuk mengabulkan do’a-do’a orang yang meminta kepada-Nya. Maklum Bro, Tahajud kan biasa dilaksanakan jam 2 atau jam 3 pagi. Waktu-waktunya bikin pulau itu mah.
Selain Duha dan Tahajud, tentu ikhtiar yang lain adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya. Biasanya informasi beasiswa ditempel di gedung fakultas atau rektorat. Dan biasanya lagi, ketika pagi-pagi ditempel. Insya Allah siang atau sorenya sudah lenyap informasi tersebut. Maklumlah mahasiswa memiliki sebuah keyakinan “Semakin sedikit orang yang ngajuin beasiswa, semakin besar peluang mendapatkan beasiswa tersebut”. Biasanya kalau di rektorat susah untuk mencabut informasi beasiswanya, namun ga banyak mahasiswa yang sering masuk gedung rektorat. Sekalipun tidak ada informasi dalam bentuk kertas pengumuman. Sesekali bersilaturahmi ke bagian kemahasiswaan untuk menanyakan informasi beasiswa yang sedang berlangsung pengumpulan berkasnya atau beasiswa yang mungkin sebentar lagi akan dibuka. Lumayan bisa persiapan dulu. Kemahasiswaan tentu akan amat sangat senang bila banyak mahasiswa yang sekedar berkunjung atau silaturahmi. Penting banget ini…….
Pada akhirnya saling mengingatkan dalam kebaikan dan ga boleh pelit bin pedit dalam informasi apapun terutama beasiswa karena kita semua bersaudara…………
Denis Khawarizm

Ga Hanya Ngampus Part2


Dari kampus Gw bisa keliling Indonesia
Balas dendam terhadap massa Sekolah dulu………………..

Oke kawan, gw share sedikit maksud dari dua kalimat diatas:
Menjadi sebuah kebudayaan atau trend secara turun-temurun dimana semakin angka semester itu bertambah, semakin berkurang semangat dalam mennunaikannya. Kuliah semakin menginjak semester atas, semakin malas menjalaninya. Beberapa factor memang yang membuat hal itu terjadi dan dialami oleh beberapa mahasiswa. Misalnya dosen jarang masuk, paling masuk di awal-tengah-akhir. Kalaupun masuk hanya mengajarkan materi kuliah yang sebenarnya bisa dipelajari tanpa harus mereka ngajar (bukan sombong). Tidak banyak dosen yang mau berbagi pengalaman hidup nya, padahal itu sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup dimasa mendatang
Sebuah pilihan memang dalam menentukkan masa depan kita. Bila teringat dengan pengorbanan orang tua yang berusaha sekuat tenaga membiayai kuliah. Haruslah semangat itu terjaga. Apalagi mengharuskan kita sendiri yang mencari uang sebagai pemenuhan  keperluan kuliah.  Ataupun mendapat keringanan dari kampus karena memperoleh beasiswa, dan lain-lain.
Memang banyak hal yang seharusnya menjadi benteng kokoh penghalang virus-virus malas ataupun jenuh. Akan tetapi, semakin lama benteng tersebut mulai goyah. Hembusan angin begitu kuat menerjang. Virus jenuh semakin riang gembira. Tidak bisa menghindar memang, sekalipun motivasi untuk terus semangat kuliah selalu didapatkan. Ini bagian dari naluriah setiap orang yang menjalani atau melakukan sesuat secara berulang dalam waktu yang lama akan tumbuh rasa jenuh. 
Sekalipun tidak bisa menghindar, setidaknya perlu ada vaksin untuk menetralisir virus tersebut. Banyak vaksin yang ditawarkan, salah-satunya  pengembangan diri di organisasi atau berkreasi membuat usaha. Tentu tidak hanya itu, banyak vaksin lain yang bisa menetralisir virus tesebut. Vaksin organisasi berkomposisikan pengembangan diri (Public speaking, team building, leadership, dll), berpetualang mengitari luasnya Indonesia bahkan mancanegara, maupun bertemu orang-orang hebat. Sedangkan vaksin wirausaha berkomposisikan mentalitas serta kerja keras, jaringan pengusaha, maupun penghasilan yang meyakinkan.
Gw sendiri memilih vaksin organisasi, tentu saja selain bisa mengembangkan serta melatih diri memberikan peluang berkeliling Indonesia. Betapa asyiknya berkelana tanpa biaya. Beberapa kali gw mewakili organisasi untuk mengikuti pelatihan atau pertemuan tingkat nasional. Selain mendapatkan ilmu ataupun kenalan baru, tentu saja tidak boleh menyia-nyiakan objek pariwisata didaerah yang dikunjungi.
Inilah yang membuat gw semakin ingin mengenal dan mengunjungi daerah-daerah di Indonesia. Setiap kali berkunjung ke suatu daerah, pasti terdapat cirri khas daerah tersebut. Memang begitu kayanya Indonesia sehingga saying sekali bila kita hanya sekedar mengenal daerah sendiri.  Biasanya pemerintah memiliki program training atau pelatihan, coba saja sering mengakses situs resmi kementerian. Terkadang informasi tersebut di posting dan kita hanya tinggal daftar mengikuti prosedur yang sudah diberikan. Seperti halnya gw mengikuti TOT Character Building 2011 di Bandung. Kegiatan pelatihan selama 8 hari ini didapat dari ketidaksengajaan mengunjungi situs kemenpora (kemenpora.go.id). salah satu kolom memuat pendaftaran TOT tersebut, langsung saja didownload dan mengikuti alur pendaftarannya. Cukup gampang dan sangat simple, tidak ada penyeleksian secara khusus untuk mendapatkan tiket tersebut. Selain mendapat ilmu, bertemu banyak orang yang memiliki karakter berbeda ataupun bertemu tokoh-tokoh nasional. Tentu saja uang saku dan jalan-jalan mengitari bandung bagian dari fasilitas. Tidak lupa, tinggalnya di hotel bintang lima. Begitu menyenangkan.
Bukan tanpa resiko mengikuti kegiatan tersebut, waktu pelatihan yang bentrok dengan jadwal kuliah membuat dilemma. Kita harus ingat bahwa “hidup adalah pilihan, akan tetapi kita tidak bisa memilih konsekuensi dari pilihan tersebut”. Kuliah terpaksa ditinggalkan dengan memanfaatkan jatah bolos, gw selalu berpikir sekalipun bolos kuliah, akan mendapatkan ilmu dengan mengikuti kegiatan tersebut. Serta banyak hal baru yang gw dapatkan. Dan memang selalu seperti itu. Mendapatkan sesuai yang kita harapkan tergantung dari niat awal ikut kegiatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan diluar sebenarnya bisa mengurangi rasa jenuh kuliah, melakukan hal baru dan mendapatkan sesuatu yang baru. Ada alasan selain yang sudah disebutkan memilih kegiatan diluar sekedar kuliah dikelas. Yaitu pembalasan dendam karena massa SD hingga SMA sedikit sekali peluang untuk bisa keliling Indonesia. Tidak ada kesempatan atau memang tidak mencari kesempatan. Apapun itu pada intinya gw ga banyak berkunjung kedaerah di Indonesia dimassa sekolah. Sehinnga memanfaatkan betul massa kuliah untuk bisa mengabulkan hasrat diri agar bisa seperti Gola Gong, seorang Travel Writer sekaligus penjelajah sejati yang sudah mengitari daerah di 30 provinsi serta menjelajah dunia.
Denis Khawarizm

Ga Hanya Ngampus Part1


Apa sih yang kita cari dikampus tuh??
Sekedar belajar tentang materi kuliah sesuai jurusan atau ber-ORGAN-isasi atau maen2 atau nyari jodoh atau nyari duit atau nyari teman atau nyari entah apapun yang mengharuskan dicari sampai pencarian itu menemukan entah yang dicarinya atau putus asa karena tidak menemukan entah yang dicari.
Okz. Itu adalah pilihan masing2, namun ketika Qt hanya berpikir kuliah untuk mencari ilmu yang sesuai dengan jurusan yang diambil kemudian lulus dan mendapatkan ijazah sebagai modal keraja.
Hanya itukah???
Sayang sekali kawan, ilmu2 kehidupan yang secara langsung akan digunakan ketika bermasyarakat bertebaran dikampus tuh melalui sebuah organisasi atau perkumpulan sesuai dengan bidangnya. Ada focus di kebudayaan dan seni, jurnalistik, politik, agama, tarik suara, penelitian, sastra, dll. Semuanya tidak hanya menawarkan itu saja, seperti Public Speaking akan Qt pelajari. Bukan kah itu salah satu modal Qt mampu berbicara didepan umum??????
Amat disayangkan tidak banyak mahasiswa peka kemudian mengambil ilmu tersebut. Ilmu yang jauh akan lebih bermanfaat ketika Qt memilih hidup bermasyarakat. Selain itu kebermanfaatan kepada masyarakat akan semakin terasa. Sebenarnya tidak ada kewajiban secara khusus untuk aktif dalam sebuah organisasi, setidaknya Qt bisa mengambil banyak ilmu sebagai modal masa depan Qt dan tidak perlu terlibat aktif dalam menjalankan organisasi tersebut (walau terkesan egois). kecuali bagi orang2 yang tidak mau memiliki masa depan yang baik. Tapi Gw rasa yang namanya Mahasiswa pasti memiliki impian dan masa depan. Tinggal bagaimana Qt mampu mengeksplore diri menjadi orang yang layak sesuai dengan yang diimpikan.
Gw ga nyaranin kalian buat berorganisasi seabreg, kemudian tidak kuliah. Bukan itu…..
Kuliah cukup penting sebagai modal Qt, tinggal seberapa serius menjalankan kuliah tersebut. Ketika hendak UTS atau UAS, tidak sedikit mahasiswa yang gerasak-gerusuk foto copy catatan, bikin catatan kecil buat nyontek, ngajak belajar bareng, dll. Bahkan melanjutkan kebiasaan buruk selama di sekolah yaitu Mencontek ke beberapa sumber, baik catatn kecil atau teman sebaya. Lantas selama dikelas ngapain??? Badan dikelas tapi pikiran kemana2, berarti hanya sekedar menjalankan kewajiban saja kuliah tuh. Bukan karena kebutuhan. Biar dilihat orang tua rajin kuliah, atau takut ga lulus bila bolos. Cara pandang Qt termasuk Gw yang memang perlu diluruskan. KULIAH ADALAH KEBUTUHAN BUKAN KEWAJIBAN.
Ketika Qt memilih untuk tidak masuk kekelas karena mengikuti kegiatan diluar kampus atau kegiatan organisasi, bukanlah sebuah kesalahan besar. Justru karena mereka tahu bahwa akan mendapatkan ilmu yang jauh lebih dibutuhkan dibanding sekedar dikelas mendengarkan dosen memberikan materi yang bisa dibaca sendiri di rumah atau dimanapun. Tentu harus memperhatikan juga system dikampus yang mengatur per-Bolos-an.
 Bukankah kampus memberikan jatah bolos?
Ini yang terkadang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa, masuk kekelas setiap hari bukanlah jaminan nilainya akan besar. Karena yang namanya materi kuliah terkadang baca sendiri dirumah atau kosan sudah bisa difahami. Kenapa harus repot2 masuk kekelas. Sekali lagi bukan mengajarkan untuk bolos, tapi manfaatkan jatah tersebut untuk mengembangkan diri. Menggali potensi maupun bakat. Tinggal seberapa berani mengambil peluang tersebut.
Hal terpenting adalah kehadiran dikelas tidak menjadi penilaian oleh para dosen, karena mereka sendiri tahu dan pernah merasakan sebagai mahasiswa bahwa begitu pentingnya menggali semua potensi serta mengembangkan karakter diri. Kalaupun ada dosen yang memperhitungkan kehadiran sebagai penilaian, kemungkinan dia sendiri tidak merasakan kenikmatan sebagai mahasiswa. Qt bukan anak SD atau SMP yang harus hadir dikelas.
Gw rasa ketika mengikuti sebuah pelatihan, perlombaan, seminar dll. Justru konten yg Qt dapatkan hamper sama seperti kuliah dengan jumlah kadang 5 sks. Lebih menarik, lebih berasa, lebih sederhana…… Semuanya memang pilihan
Pernah suatu hari Gw ikut seleksi dan dengan ketidaksengajaan bertemu dengan dewan juri yang terlihat biasa saja ketika Gw di interview. Bahkan gw sendiri pasti lupa dengan mukanya, beruntung secara tidak sengaja terjadi pembicaraan yang cukup lama dengan dewan juri tersebut. Lengkapnya seperti ini:
Sehabis sarapan, gw hendak beres2 soalnya jatah tinggal di hotel udah mau habis, ketika dijalan berpapasan dengan salah satu dewan juri. Diawali dengan basa-basi hingga diskusi terkait banyak hal yang pasti berguna banget untuk kehidupan. 1,5 jam tidak terasa kami berdiri, bahkan kalau bukan gara2 panitia mengharuskan setiap peserta prepare kemungkinan akan dilanjut obrolan santai kelas tinggi. Gw ngerasa pelajaran2 hidup maupun semua tentang masyarakat yang beliau sampaikan seperti kesimpulan dari Mata Kuliah Dasar Umum yang jumlahnya sekitar 10 sks. Tapi itu bisa disampaikan dalam waktu 1,5 jam bahkan langsung ketangkep apa yang beliau sampaikan. DENGAN KETIDAKSENGAJAAN SAJA GW MENDAPATKAN ILMU YANG SANGAT LUAR BIASA, APALAGI KALAU DISENGAJA DAN DIRENCANAKAN?????
Itulah sekelumit cerita yg menunjukkan ILMU BISA DIDAPAT DIMANA SAJA, KAPAN SAJA, DARI SIAPA SAJA.
Masihkah IPK menjadi patokan mendapat kerja yang mapan???? (Bila memilih mencari pekerjaan bukan membuat lapangan kerja)
Sering banget gw denger cerita dari para senior yang memang sudah kerja dengan mapan. Nilai mereka ga bagus2 amat, bahkan ketika penyeleksian ada beberapa pendaftar dengan IPK jauh diatas dia. Justru yang diterima senior gw. Dia bilang bahwa nilai memang perlu untuk syarat administrative, tapi ketika interview yang dilihat adalah kemampuan berkomunikasi, cara berpikir, team building, dll. Semua itu didapat bukan dari materi kuliah dikelas tapi dari  ilmu yang didapat dari sekeliling Qt. Tentu saja perusahaan atau apapun itu tahu bahwa NILAI BISA DIMANIPULASI. Tapi karakter serta kemampuan diri tidak bisa dibohongi.
GA HANYA FOKUS DENGAN HASIL TAPI MAKSIMALKAN PROSES
Denis Khawarizm