Pemuda Masa Depan
INFO AMAT SANGAT PENTING DAN URGENT
Ayo saudara dan rekan2 sekalian mohon bantuannya untuk meng-Like dan Men-Tweet esai saya yang berjudul "Pemuda Masa Depan" a.n Deni Setiadi sedang dilombakan mewakili untirta dan banten. caranya klik http://sospolinaction.blogspot.com/2012/10/pemuda-masa-depan.html#.UIRnH28xr7Q kemudian dibagian paling bawah tolong Like, Tweet dan share. terima kasih sebelumnyaa. (Hanya sampai tgl 25 Oktober)
Siaran Bae
Senin, 22 Oktober 2012
Rabu, 17 Oktober 2012
GAPAI MIMPI DALAM LEMPARAN BOLA KERTAS
Seuntai mimpi yang
digoreskan dalam kertas putih polos hanyalah tulisan biasa, akan menjadi luar
biasa tatkala kertas itu terbang mengabarkan pada dunia bahwa “INILAH MIMPI KAMI, ANAK BANGSA”. Kemudian
kertas itu kembali mendarat sebagai semangat kepada pemiliknya, sedang kita
meyakinkan bahwa IYA, KALIAN PASTI BISA.
Sore tadi, tepat dihari tulisan
ini secara sengaja dibuat. Belasan anak-anak terminal, mereka meyebutnya
demikian. Penuh semangat bersiap-siap mengikuti salah satu kegiatan rutin Lembaga Dakwah Kampus BAABUSSALAM UNTIRTA. Sebenarnya bukan acara besar, tanpa tenda
atau pemateri-pemateri handal layaknya acara seminar yang seringkali digalakkan
oleh beberapa organisasi. Ini hanyalah kegiatan kecil, dilakukan oleh sebagian
kecil anggota LDK yang sangat peduli terhadap nasib anak-anak terminal. Kami
menyebutnya BINAR (Bina Anak dan Remaja).
Bertempat di salah satu TPA yang berada dilingkungan Terminal Pakupatan.
Awal pembelajaran dimulai dengan
doa dan dilanjutkan perkenalan yang dipimpin oleh tentor baru, sebut saja
namanya Maharani Ramadhanti. Sembari mengenalkan beberapa tentor lainnya. salah
satunya Nawawi, Mega, eny dan tidak lupa cowo kece yang hadir dari belahan
dunia terkece se kece-kecenya. Seringkali di panggil-panggil dengan sebutan dzakwan ali *Ingat bukan Bakwan Aci*. Sementara
Rateh dan Fanny sudah sangat terkenal bagi anak-anak terminal. Yahhh kalah deh
populernyaa dzakwan ali. *lupakan* kemudian anak-anak diminta menyebutkan
namanya sendiri beserta umurnya.
“Sarwiti,
16 Tahun. . . “
“Neneng,
11 Tahun. . .”
“Reza, 6 Tahun.
. . “
“Febri,
12 Tahun. . .”
Dan
belasan anak terminal lainnya. . . .
Rani dengan semangatnya yang cukup menggila bertanya kepada
anak-anak
“Siapa diantara kalian yang punya cita-cita.”
Semua anak dengan penuh percaya diri dan semangat mengangkat
tangannya sembari berteriak “SAYA” “SAYA KAK” “SAYA TEH”
“Okeeee, sekarang kalian siapkan kertas kosong dan tuliskan
cita-citanya.”
“Bu, Reza belum bisa nulis, gimana tuh”
“Emangnya Reza cita-citanya apa sayangg”
“Saya mau jadi pemain bola” Nada polos anak enam tahun
“Kakak-kakaknya bantu Reza yaaaa,”
Setelah semuanya menuliskan, Rani meminta mereka membuat pesawat
dari kertas yang bertuliskan cita-citanya. Hal ini dilakukan agar cita-cita mereka bisa
terbang mengabarkan kepada Negeri bahwa ada anak disalah satu terminal memiliki
cita-cita melebihi luasnya terminal. Setelah itu pesawat dibuat menjadi bola
dengan meremas-remasnya sebagai keyakinan yang kuat bahwa CITA-CITA itu tidak
hanya akan jadi tulisa semata, tapi dengan semangat yang mereka miliki pasti
semuanya tercapai.
Sementara tentor menyiapkan salah satu tempat untuk dijadikan
sebagai tujuan bola itu dibuat. Yaaa anak-anak diharuskan melemparkannya hingga
masuk dalam wadah. Bagi yang berhasil mendapatkan wafer coklat sedangkan yang
belum berhasil harus terus mencoba hingga masuk. Pada akhirnya semua berhasil. Ada
yang dua kali mencoba, tiga kali, empat kali bahkan Reza
beberapa kali terus mencoba. Tanpa malu ataupun ragu terus mencoba hingga ia
berhasil memasukkan bola dari kertas yang bertuliskan cita-citanya “PEMAIN BOLA”. Biarpun terlihat hanyalah permainan biasa,
bagi kami ini bentuk penyadaran kepada mereka bahwa kondisi mereka sekarang
tidak cukup bisa menentukkan masa depan. Semuanya berhak untuk SUKSES termasuk
mereka anak-anak terminal. Dalam permainan itu ada sebuah hal yang ditanamkan
kepada mereka. Bahwa untuk mendapatkan
sesuatu butuh usaha dan semangat yang tinggi, serta terus mencoba hingga
berhasil. Karena keberhasilan akan selalu datang kepada kita tatkala kita
yakini bahwa keberhasilan akan datang menghampiri kita. Usaha, semangat, tekad
yang kuat serta pantang menyerah adalah jalan arah keberhasilan itu hingga
sampai pada kita.
Kami begitu menikmatinya sebagai kesenangan akan sebuah
harapan anak-anak yang kami yakini mereka PASTI BISA untuk menggapai
cita-citanya, mimpi-mimpinya, harapan-harapan besarnya, semuanya terakumulasi
untuk MASA DEPANNYA.
Terminal Pakupatan, 16
Oktober 2012 “Untuk
Sebuah Mimpi Anak Negeri”
Kamis, 06 September 2012
Kamis, 10 Mei 2012
BEASISWA “Membatasi Kritis Mahasiswa?”
Setiap mahasiswa tentu akan senang sekali mendapatkan beasiswa, yaitu
“bantuan” yang diberikan secara tunai (bukan BLT programnya pemerintah) atau
melalui rekening. Apapun itu tentu saja menyenangkan. Sama-sama mendapatkan
uang untuk membayar kuliah, beli buku, membayar kosan, makan, atau mentraktir
pasangannya (ga harus pacar, mungkin sahabat atau saudaranya). Gw pun merasakan
hal yang sama, apalagi bukan berasal dari keluarga kalangan menengah ke atas.
Bagi mereka yang amat sangat tercukupi tentu saja beasiswa bukanlah sebuah
prestasi atau sesuatu yang perlu dikejar. Bagi gw beasiswa adalah modal hidup
dikampus.
Beasiswa meringankan beban pikiran yang selama ini menghantui disetiap
kondisi, terutama bila berhadapan dengan apapun yang mengharuskan keluar banyak
uang. Kuliah pun akan lebih focus serta termotivasi karena dengan IP besar
mampu mempertahankan beasiswa tersebut.
Beasiswa terkadang melemahkan bagi orang-orang yang tidak sadar fungsi
adanya beasiswa itu sendiri. Termasuk dengan gw, seharusnya beasiswa yang gw
dapetin mampu menyadarkan untuk lebih serius kuliah. Minimal tidak pernah bolos
kecuali sakit yang mengharuskan istirahat total. Serta mampu meningkatkan
prestasi akademik, minimal IP diatas 3,5. Justru gw semakin berani untuk
mem-bolos kuliah dengan memilih mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pelatihan,
Training Of Trainer atau lomba non akademik.
“Ah, kuliah udah dibiayain ini. ga perlu khawatir. Yang penting IP 3
sudah aman.”
Benar atau salah silahkan dinilai sendiri, bagi gw IP bukanlah sebuah hal
yang cukup menarik untuk dikejar. Sekalipun pernah baca dalam sebuah buku
“Jangan Kuliah Kalo Ga Sukses” ada lulusan Teknik Informatika ITB dengan IPK 4
mengatakan:
“Jikalau IP bukan suat hal yang besar, apakah layak mendapatkan amanah
yang lebih besar bila dengan hal yang kecil saja GAGAL.”
Sempat kalimat itu terngiang-ngiang dalam pikiran kemudian masuk dalam
hati dan disebarkan oleh darah keseluruh tubuh. Hanya beberapa saat saja.
Motivasi gw untuk bisa mengelilingi Indonesia yang kaya akan segalanya menutupi
semua nasihat-nasihat dari siapapun yang mengharuskan gw dapet IP besar.
Kembali lagi kepada beasiswa, dalam benak gw yang paling dalam serta
propokasi dari salah satu dosen. Beasiswa seolah membungkam mahasiswa untuk
bebas mengekspresikan dirinya ketika melihat ketidakbenaran berlarian bebas
dihadapan gw. Seperti satria baja hitam yang gagal berubah gara-gara lupa
mantera akibat dipengaruhi monster “lupa”. Begitu juga dengan mahasiswa yang
sengaja dibuat lupa dengan idealismenya sehingga diam tanpa berbuat apapun
karena sudah nyaman di fasilitasi oleh kampus, yaitu beasiswa. Seperti halnya
salah satu tokoh di film “GIE” yang sangat idealis ketika menjadi mahasiswa,
bahkan cukup kritis melihat “ketidakharmonisan” pemerintahan di massa orde
lama. Aksi dijalan dilakukan, membuat selembaran kritikan seolah kewajiban. Namun
setelah lulus dan masuk menjadi anggota dewanh kemudian diberikan berbagai
fasilitas. Bungkamlah dia.
Gw sendiri seperti halnya satria baja hitam, namun bisa berubah bila mau
memilih resiko dengan perubahan yang dilakukan. Dan ini yang gw pilih.
“Bermula dari kegiatan demokrasi kampus, yaitu pemilihan Presiden
Mahasiswa. Terdapat 3 calon pasangan. Setelah berakhir pemilihan terpilihlah
pasangan Juhri-Bayu sebagai Presma. Namun ada beberapa hal yang membuat mereka
digagalkan sebelum pelantikan. Sehingga disahkan pasangan Sandra-Haedi yang
terpilih. Pada akhirnya kedua pasangan tersebut bersiteru dengan berbagai gaya
masing-masing. Saling mempertahankan dan mengakui dirinya Presma. Hingga tiba
waktunya mahasiswa baru berdatangan. Ospek universitas pun dijalankan. Namun
tanpa diduga pada acar pembukaan terjadi keributan dua pasangan presema
tersebut yang membuat beberapa mahasiswa terluka.
Siangnya gw dating kekampus hendak melihat kondisi ospek. Maklum lagi
mendapat amanah sebagai Ketua Pelaksana Ospek fakultas. Berbekal informasi dari
beberapa pihak membuat gw dan beberapa teman lainnya menarik mahasiswa baru
(maba) FKIP untuk tidak melibatkan diri di Ospek universitas. Keributan kembali
terjadi karena panitia ospek universitas tidak mengizinkan maba FKIP menarik diri dari ospek Universitas.
Sedang gw khawatir bila maba FKIP tidak menarik diri aka nada lagi korban
selanjutnya akibat dua pasangan yang bersitegang.
Beberapa bulan kemudian, pembagian beasiswa PGN di bagikan secara tunai.
Setiap mahasiswa yang berhak mendapatkannya diharuskan hadir untuk mengambil
langsung. “Kecuali Deni Setiadi, silahkan mengambil beasiswa tersebut.” Begitu
salah satu pegawai kemahasiswaan berbicara.
“Deni. Beasiswa kamu ditahan sampai menyerahkan berkas permohonan maaf
karena telah melakukan penarikan massa ketika acara ospek universitas. Kamu
harus meminta maaf kepada Rektor, PR3, Kabag Kemahasiswaan, serta panitia ospek
universitas. Dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangi mereka”
Bagi gw minta maaf bukan suatu hal yang sulit dilakukan, sebelum mereka
menyuruh meminta maaf. Gw sendiri sudah melakukannya. Karena dikhawatirkan
mempunyai kesalahan selama berinteraksi dengan mereka. Namun gw diharuskan
meminta maaf karena melakukan penarikan maba FKIP. Tentu ukan karena gengsi gw tidak menuruti
kemauan mereka. Apa yang dilakukan dulu merupakan sebuah hal yang benar bagi
gw. Demi keamanan dan keselamatan maba FKIP yang pada saat itu gw sendiri
mempunya tanggung jawab untuk menjaga mereka.
Berbagai masukkan dan interpensi akhirnya mengharuskan gw meminta maaf,
dan uang itu pun diberikan. Entah ini nasihat atau ancaman, namun bagi gw lebih
ke sebuah masukan untuk tidak banyak berperilaku tidak menyenangkan menurut
mereka yang bisa merugikan atau menurunkan grade mereka.
“Awas saja, kalau merusak atau mengganggu lagi acara kampus. Beasiswa
siap-siap diputus.”
Namun itu tidak terjadi untuk kali ini. sempat terjadi kesalahan data IPK
dimana gw yang seharusnya IPK diatas 3 justru tercantum di Pusat Data dan
Informasi (Pusdainfo) dibawah 3. Sebenarnya tinggal gw hubungi pusdainfo dengan
memperlihatkan bukti bahwa IPK gw diatas 3 cukup menyelamatkan untuk tetap
mendapat beasiswa PGN. Ah, lagi-lagi idealisme muncul yang membuat gw belum
merubah kesalahan data tersebut.
“Biarlah tidak dapat beasiswa lagi, setidaknya mengurangi beban gw
terhadap pemberi beasiswa dan membebaskan diri untuk bebas berekspresi serta
kritis ketika ketidakbenaran itu kembali ada tanpa takut ancaman pencabutan
beasiswa.”
Denis Khawarizm
Beasiswa, Oh Senangnya…….”
Beasiswa dan beasiswa, satu kata yang cukup menarik perhatian terutama
bagi mahasiswa yang baru mengijakkan kakinya dikampus. Atau karena alasan
itulah yang membuat lulusan sekolah menengah ke atas berani untuk melanjutkan
studinya. Bahkan membuat para petani tidak khawatir memberikan izin kepada
anaknya untuk belajar di sebuah “kampus”. Bagi siapapun yang “membutuhkan”
beasiswa kebanggan tersendiri bahkan bisa dikatakan prestasi, termasuk gw.
Apalagi ketika orang-orang atau adik tingkat yang bertanya tentang beasiswa,
bangga banget bisa menjelaskan sesuatu hal yang kita sendiri pelakunya. Dialog
yang seringkali terjadi:
Misal, Adik tingkat adalah A
Gw adalah B
A : “Ka, di Untirta ada beasiswa apa za?”
B : “Banyak
dek, Bidik Misi, Perusahaan Gas Negara, BUMN, Eka Tjipta, PPA, BBM, Djarum, Toyota Astra, BTN, Supersemar, BCA,
Orbit, Bank Indonesia, dll”
A : “kaka dapet beasiswa apa?”
Tidak niat untuk riya atau riba, hanya sekedar membangga-banggakan diri
sendiri, ah sama saja sepertinya. Masuk riya tuh. Oke deh, Insya Allah ikhlas, ah ga ikhlas tuh.
Dimana-mana kalau ikhlas ga boleh disebut kata “ikhlas” nya. Apapun pikiran
kalian yang pasti gw harus jujur apa adanya.
B : “Alhamdulillah dek, dapet beasiswa PGN,
perusahaan Gas Negara.”
A : “Wih hebat ka, mau dong dapet
beasiswa juga kaya kaka”
Sepertinya hati
yang lemah ini mulai di uji, dengan pujian-pujian seperti itu. Apalagi kalau
cewe yang bertanya semakin melemahkan saja. Untung selalu inget untuk setia kepadanya,
entah “kepadanya” sebenarnya suka atau
tidak. Akhirnya Gw anggap yang bertanya adalah adik-adik gw yang harus
mendapatkan asupan informasi di per-Kuliah-an terutama tentang beasiswa.
B : “Pasti bisa dek, tinggal pilih za mau
yang mana.”
A : “Apa za ka persyaratannya?” Dengan
nada penasaran
B :
“Sebenarnya simple, minimal IP 3 atau 3,5 terus kalau ada pembukaan beasiswa,
minta ke orang tuanya supaya pemakaian listrik dikurangi. Biasanya disuruh
mengumpulkan struk listrik dibulan pas kita ngajuin beasiswa.”
A : “Denger-denger untuk dapetin IP 3 itu
susah ya ka?
B :
“Biasanya kalau semester 1 mah mata kuliahnya masih umum, atau pengulangan
materi di SMA. So dapet 3 masih mudah. Belajar za yang serius. Dan ga boleh
hanya sekedar jadi mahasiswa pelengkap yang gagap informasi. Harus aktif
dikelasnya, biar dosen kenal sama kita dan bisa banyak dapet informasi dari
para dosen.”
A : “Insya Allah ka, Mohon bimbingannya?”
Whats??? Minta bimbingan dari gw, ga salah tuh? Berat banget diminta
ngebimbing, IP gw ga selalu diatas 3,5. Tapi inilah tugas sebagai kaka yang
baik. Berusaha dengan sekuat tenaga diiringi dengan niat yang tulus jadilah
“kue donat”.
B :
“Sering komunikasi za, ini juga bagian dari negbangun komunikasi. Kamu dengan
kaka. Sering-sering nanya sama kaka tingkat. Setidaknya mereka sudah lebih dulu
merasakan hal yang akan kita alami. Salah satu kunci biar dapet beasiswa Duha dan Tahajud”
Yupzz, dua kata yang cukup popular dikalangan mahasiswa. Mungkin sejak
SMA, apalagi kalau mendekati Ujian Nasional. Sepertinya mushola atau masjid
sekolah penuh disesaki oleh siswa kelas tiga untuk melaksanakan solat duha. Dan
tahajud menjadi rutinitas yang tidak tertinggalkan. Mudah-mudahan setiap orang
yang pernah melaksanakannya tetap istiqomah. Amiiin.
Bagi gw sendiri, dua kata tersebut seperti kata sakti yang memberikan
petunjuk jalan untuk mendapatkan apapun yang kita butuhkan. Duha dan Tahajud,
ini yang selalu gw ceritain bahwa dua kata itu sudah membuktikannya. Terutama
pada penerima beasiswa PGN. Kebanyakan orang-orang yang dapet beasiswa itu
sering gw lihat Duha di masjid kampus (Bukan untuk sombong, sumpah deh!!!).
Dimanapun kita berada, sama-sama berusaha untuk selalu melaksanakan Solat Duha
dan Tahajud. Duha sebagai ibadah meningkatkan rizky, sedangkan Tahajud, ketika
kita berdoa setelah solat itu Insya Allah akan cepat terkabul karena pada waktu
tersebut, Allah langsung turun untuk mengabulkan do’a-do’a orang yang meminta
kepada-Nya. Maklum Bro, Tahajud kan biasa dilaksanakan jam 2 atau jam 3 pagi.
Waktu-waktunya bikin pulau itu mah.
Selain Duha dan Tahajud, tentu ikhtiar yang lain adalah mencari informasi
sebanyak-banyaknya. Biasanya informasi beasiswa ditempel di gedung fakultas
atau rektorat. Dan biasanya lagi, ketika pagi-pagi ditempel. Insya Allah siang
atau sorenya sudah lenyap informasi tersebut. Maklumlah mahasiswa memiliki
sebuah keyakinan “Semakin sedikit orang yang ngajuin beasiswa, semakin besar
peluang mendapatkan beasiswa tersebut”. Biasanya kalau di rektorat susah untuk
mencabut informasi beasiswanya, namun ga banyak mahasiswa yang sering masuk
gedung rektorat. Sekalipun tidak ada informasi dalam bentuk kertas pengumuman.
Sesekali bersilaturahmi ke bagian kemahasiswaan untuk menanyakan informasi
beasiswa yang sedang berlangsung pengumpulan berkasnya atau beasiswa yang
mungkin sebentar lagi akan dibuka. Lumayan bisa persiapan dulu. Kemahasiswaan
tentu akan amat sangat senang bila banyak mahasiswa yang sekedar berkunjung
atau silaturahmi. Penting banget ini…….
Pada akhirnya saling mengingatkan dalam kebaikan dan ga boleh pelit bin
pedit dalam informasi apapun terutama beasiswa karena kita semua bersaudara…………
Denis Khawarizm
Ga Hanya Ngampus Part2
Dari kampus Gw
bisa keliling Indonesia
Balas dendam
terhadap massa Sekolah dulu………………..
Oke kawan, gw
share sedikit maksud dari dua kalimat diatas:
Menjadi sebuah kebudayaan atau trend secara turun-temurun dimana semakin
angka semester itu bertambah, semakin berkurang semangat dalam mennunaikannya.
Kuliah semakin menginjak semester atas, semakin malas menjalaninya. Beberapa
factor memang yang membuat hal itu terjadi dan dialami oleh beberapa mahasiswa.
Misalnya dosen jarang masuk, paling masuk di awal-tengah-akhir. Kalaupun masuk
hanya mengajarkan materi kuliah yang sebenarnya bisa dipelajari tanpa harus
mereka ngajar (bukan sombong). Tidak banyak dosen yang mau berbagi pengalaman
hidup nya, padahal itu sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup dimasa
mendatang
Sebuah pilihan memang dalam menentukkan masa depan kita. Bila teringat
dengan pengorbanan orang tua yang berusaha sekuat tenaga membiayai kuliah.
Haruslah semangat itu terjaga. Apalagi mengharuskan kita sendiri yang mencari
uang sebagai pemenuhan keperluan
kuliah. Ataupun mendapat keringanan dari
kampus karena memperoleh beasiswa, dan lain-lain.
Memang banyak hal yang seharusnya menjadi benteng kokoh penghalang
virus-virus malas ataupun jenuh. Akan tetapi, semakin lama benteng tersebut
mulai goyah. Hembusan angin begitu kuat menerjang. Virus jenuh semakin riang
gembira. Tidak bisa menghindar memang, sekalipun motivasi untuk terus semangat
kuliah selalu didapatkan. Ini bagian dari naluriah setiap orang yang menjalani
atau melakukan sesuat secara berulang dalam waktu yang lama akan tumbuh rasa
jenuh.
Sekalipun tidak bisa menghindar, setidaknya perlu ada vaksin untuk
menetralisir virus tersebut. Banyak vaksin yang ditawarkan, salah-satunya pengembangan diri di organisasi atau
berkreasi membuat usaha. Tentu tidak hanya itu, banyak vaksin lain yang bisa
menetralisir virus tesebut. Vaksin organisasi berkomposisikan pengembangan diri
(Public speaking, team building, leadership, dll), berpetualang mengitari
luasnya Indonesia bahkan mancanegara, maupun bertemu orang-orang hebat. Sedangkan
vaksin wirausaha berkomposisikan mentalitas serta kerja keras, jaringan
pengusaha, maupun penghasilan yang meyakinkan.
Gw sendiri memilih vaksin organisasi, tentu saja selain bisa
mengembangkan serta melatih diri memberikan peluang berkeliling Indonesia. Betapa
asyiknya berkelana tanpa biaya. Beberapa kali gw mewakili organisasi untuk
mengikuti pelatihan atau pertemuan tingkat nasional. Selain mendapatkan ilmu
ataupun kenalan baru, tentu saja tidak boleh menyia-nyiakan objek pariwisata
didaerah yang dikunjungi.
Inilah yang membuat gw semakin ingin mengenal dan mengunjungi
daerah-daerah di Indonesia. Setiap kali berkunjung ke suatu daerah, pasti
terdapat cirri khas daerah tersebut. Memang begitu kayanya Indonesia sehingga saying
sekali bila kita hanya sekedar mengenal daerah sendiri. Biasanya pemerintah memiliki program training
atau pelatihan, coba saja sering mengakses situs resmi kementerian. Terkadang informasi
tersebut di posting dan kita hanya tinggal daftar mengikuti prosedur yang sudah
diberikan. Seperti halnya gw mengikuti TOT Character Building 2011 di Bandung. Kegiatan
pelatihan selama 8 hari ini didapat dari ketidaksengajaan mengunjungi situs
kemenpora (kemenpora.go.id). salah satu kolom memuat pendaftaran TOT tersebut,
langsung saja didownload dan mengikuti alur pendaftarannya. Cukup gampang dan
sangat simple, tidak ada penyeleksian secara khusus untuk mendapatkan tiket
tersebut. Selain mendapat ilmu, bertemu banyak orang yang memiliki karakter
berbeda ataupun bertemu tokoh-tokoh nasional. Tentu saja uang saku dan
jalan-jalan mengitari bandung bagian dari fasilitas. Tidak lupa, tinggalnya di
hotel bintang lima. Begitu menyenangkan.
Bukan tanpa resiko mengikuti kegiatan tersebut, waktu pelatihan yang
bentrok dengan jadwal kuliah membuat dilemma. Kita harus ingat bahwa “hidup
adalah pilihan, akan tetapi kita tidak bisa memilih konsekuensi dari pilihan
tersebut”. Kuliah terpaksa ditinggalkan dengan memanfaatkan jatah bolos, gw
selalu berpikir sekalipun bolos kuliah, akan mendapatkan ilmu dengan mengikuti
kegiatan tersebut. Serta banyak hal baru yang gw dapatkan. Dan memang selalu
seperti itu. Mendapatkan sesuai yang kita harapkan tergantung dari niat awal
ikut kegiatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan diluar sebenarnya bisa mengurangi rasa jenuh kuliah,
melakukan hal baru dan mendapatkan sesuatu yang baru. Ada alasan selain yang
sudah disebutkan memilih kegiatan diluar sekedar kuliah dikelas. Yaitu pembalasan
dendam karena massa SD hingga SMA sedikit sekali peluang untuk bisa keliling
Indonesia. Tidak ada kesempatan atau memang tidak mencari kesempatan. Apapun itu
pada intinya gw ga banyak berkunjung kedaerah di Indonesia dimassa sekolah. Sehinnga
memanfaatkan betul massa kuliah untuk bisa mengabulkan hasrat diri agar bisa
seperti Gola Gong, seorang Travel Writer sekaligus penjelajah sejati yang sudah
mengitari daerah di 30 provinsi serta menjelajah dunia.
Denis Khawarizm
Ga Hanya Ngampus Part1
Apa sih yang kita cari dikampus tuh??
Sekedar belajar tentang materi kuliah sesuai jurusan atau ber-ORGAN-isasi
atau maen2 atau nyari jodoh atau nyari duit atau nyari teman atau nyari entah
apapun yang mengharuskan dicari sampai pencarian itu menemukan entah yang
dicarinya atau putus asa karena tidak menemukan entah yang dicari.
Okz. Itu adalah pilihan masing2, namun ketika Qt hanya berpikir kuliah
untuk mencari ilmu yang sesuai dengan jurusan yang diambil kemudian lulus dan
mendapatkan ijazah sebagai modal keraja.
Hanya itukah???
Sayang sekali kawan, ilmu2 kehidupan yang secara langsung akan digunakan
ketika bermasyarakat bertebaran dikampus tuh melalui sebuah organisasi atau
perkumpulan sesuai dengan bidangnya. Ada focus di kebudayaan dan seni,
jurnalistik, politik, agama, tarik suara, penelitian, sastra, dll. Semuanya
tidak hanya menawarkan itu saja, seperti Public Speaking akan Qt pelajari.
Bukan kah itu salah satu modal Qt mampu berbicara didepan umum??????
Amat disayangkan tidak banyak mahasiswa peka kemudian mengambil ilmu
tersebut. Ilmu yang jauh akan lebih bermanfaat ketika Qt memilih hidup
bermasyarakat. Selain itu kebermanfaatan kepada masyarakat akan semakin terasa.
Sebenarnya tidak ada kewajiban secara khusus untuk aktif dalam sebuah
organisasi, setidaknya Qt bisa mengambil banyak ilmu sebagai modal masa depan
Qt dan tidak perlu terlibat aktif dalam menjalankan organisasi tersebut (walau
terkesan egois). kecuali bagi orang2 yang tidak mau memiliki masa depan yang
baik. Tapi Gw rasa yang namanya Mahasiswa pasti memiliki impian dan masa depan.
Tinggal bagaimana Qt mampu mengeksplore diri menjadi orang yang layak sesuai
dengan yang diimpikan.
Gw ga nyaranin kalian buat berorganisasi seabreg, kemudian tidak kuliah.
Bukan itu…..
Kuliah cukup penting sebagai modal Qt, tinggal seberapa serius
menjalankan kuliah tersebut. Ketika hendak UTS atau UAS, tidak sedikit
mahasiswa yang gerasak-gerusuk foto copy catatan, bikin catatan kecil buat
nyontek, ngajak belajar bareng, dll. Bahkan melanjutkan kebiasaan buruk selama
di sekolah yaitu Mencontek ke beberapa sumber, baik catatn kecil atau teman
sebaya. Lantas selama dikelas ngapain??? Badan dikelas tapi pikiran kemana2,
berarti hanya sekedar menjalankan kewajiban saja kuliah tuh. Bukan karena
kebutuhan. Biar dilihat orang tua rajin kuliah, atau takut ga lulus bila bolos.
Cara pandang Qt termasuk Gw yang memang perlu diluruskan. KULIAH ADALAH
KEBUTUHAN BUKAN KEWAJIBAN.
Ketika Qt memilih untuk tidak masuk kekelas karena mengikuti kegiatan diluar
kampus atau kegiatan organisasi, bukanlah sebuah kesalahan besar. Justru karena
mereka tahu bahwa akan mendapatkan ilmu yang jauh lebih dibutuhkan dibanding sekedar
dikelas mendengarkan dosen memberikan materi yang bisa dibaca sendiri di rumah
atau dimanapun. Tentu harus memperhatikan juga system dikampus yang mengatur
per-Bolos-an.
Bukankah kampus memberikan jatah
bolos?
Ini yang terkadang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa, masuk
kekelas setiap hari bukanlah jaminan nilainya akan besar. Karena yang namanya
materi kuliah terkadang baca sendiri dirumah atau kosan sudah bisa difahami.
Kenapa harus repot2 masuk kekelas. Sekali lagi bukan mengajarkan untuk bolos,
tapi manfaatkan jatah tersebut untuk mengembangkan diri. Menggali potensi
maupun bakat. Tinggal seberapa berani mengambil peluang tersebut.
Hal terpenting adalah kehadiran dikelas tidak menjadi penilaian oleh para
dosen, karena mereka sendiri tahu dan pernah merasakan sebagai mahasiswa bahwa
begitu pentingnya menggali semua potensi serta mengembangkan karakter diri.
Kalaupun ada dosen yang memperhitungkan kehadiran sebagai penilaian,
kemungkinan dia sendiri tidak merasakan kenikmatan sebagai mahasiswa. Qt bukan
anak SD atau SMP yang harus hadir dikelas.
Gw rasa ketika mengikuti sebuah pelatihan, perlombaan, seminar dll.
Justru konten yg Qt dapatkan hamper sama seperti kuliah dengan jumlah kadang 5
sks. Lebih menarik, lebih berasa, lebih sederhana…… Semuanya memang pilihan
Pernah suatu hari Gw ikut seleksi dan dengan ketidaksengajaan bertemu
dengan dewan juri yang terlihat biasa saja ketika Gw di interview. Bahkan gw
sendiri pasti lupa dengan mukanya, beruntung secara tidak sengaja terjadi
pembicaraan yang cukup lama dengan dewan juri tersebut. Lengkapnya seperti ini:
Sehabis sarapan, gw hendak beres2 soalnya jatah tinggal di hotel udah mau
habis, ketika dijalan berpapasan dengan salah satu dewan juri. Diawali dengan
basa-basi hingga diskusi terkait banyak hal yang pasti berguna banget untuk
kehidupan. 1,5 jam tidak terasa kami berdiri, bahkan kalau bukan gara2 panitia
mengharuskan setiap peserta prepare kemungkinan akan dilanjut obrolan santai
kelas tinggi. Gw ngerasa pelajaran2 hidup maupun semua tentang masyarakat yang
beliau sampaikan seperti kesimpulan dari Mata Kuliah Dasar Umum yang jumlahnya
sekitar 10 sks. Tapi itu bisa disampaikan dalam waktu 1,5 jam bahkan langsung
ketangkep apa yang beliau sampaikan. DENGAN KETIDAKSENGAJAAN SAJA GW
MENDAPATKAN ILMU YANG SANGAT LUAR BIASA, APALAGI KALAU DISENGAJA DAN
DIRENCANAKAN?????
Itulah sekelumit cerita yg menunjukkan ILMU BISA DIDAPAT DIMANA SAJA,
KAPAN SAJA, DARI SIAPA SAJA.
Masihkah IPK menjadi patokan mendapat kerja yang mapan???? (Bila memilih mencari pekerjaan bukan
membuat lapangan kerja)
Sering banget gw denger cerita dari para senior yang memang sudah kerja
dengan mapan. Nilai mereka ga bagus2 amat, bahkan ketika penyeleksian ada
beberapa pendaftar dengan IPK jauh diatas dia. Justru yang diterima senior gw.
Dia bilang bahwa nilai memang perlu untuk syarat administrative, tapi ketika interview
yang dilihat adalah kemampuan berkomunikasi, cara berpikir, team building, dll.
Semua itu didapat bukan dari materi kuliah dikelas tapi dari ilmu yang didapat dari sekeliling Qt. Tentu
saja perusahaan atau apapun itu tahu bahwa NILAI BISA DIMANIPULASI. Tapi
karakter serta kemampuan diri tidak bisa dibohongi.
GA HANYA FOKUS DENGAN HASIL TAPI MAKSIMALKAN PROSES
Denis Khawarizm
Selasa, 24 April 2012
MEMBANGKITKAN KARAKTER BANGSA INDONESIA
Sudah
103 tahun yang lalu euphoria titik ledak kebangkitan bangsa Indonesia
berlangsung. 20 mei 1908 sebagai saksi perubahan konsepsi perjuangan dalam
memperebutkan kemerdekaan. Lahirnya berbagai gerakan pemersatu seluruh elemen
bangsa Indonesia menjadi tumpuan cita-cita yang pada waktu itu menjadi
angan-angan belaka yaitu Sebuah kata Merdeka. Namun sekarang makna merdeka
hanyalah sebuah kata tanpa makna, bagaimana tidak, penghormatan terhadap para
pahlawan yang sudah gugur mulai terkikis akibat penurunan degradasi moral serta
karakter yang dipengaruhi dunia barat. Akibatnya bangsa Indonesia sendiri lupa
terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk social.
Memaknai
kebangkitan nasional sebagai titik ledak semangat kemerdekaan pada saat ini adalah sebuah perubahan yang tertumpu pada
tiga aspek:
Pertama
pendidikan karakter, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah hilangnya
karakter dalam membangun jati diri bangsa. Akibatnya asas gotong royong yang
selama ini tertanam dalam setiap jiwa bangsa Indonesia pudar seiring
perkembangan zaman. Padahal kemerdekaan Indonesia terjadi karena semua elemen
masyarakat bahu-membahu dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah. Ini yang
sudah langka terlihat dalam setiap pribadi bangsa. Sehingga harus mulai kembali
menanamkan karakter asli bangsa Indonesia yang berasas gotong royong serta
kekeluargaan.
Kedua
mencintai Indonesia seutuhnya, bangsa
Indonesia seakan lupa kalau sesungguhnya memiliki kekayaan yang sangat melimpah
dan menjadi incaran penjajah hingga sekarang karena ketidakcintaannya terhadap
Indonesia. Padahal bila dimaksimalkan dengan baik, mampu meningkatkan
perekonomian masyarakat. Beberapa dimanfaatkan dengan baik, hanya saja oleh
orang pribumi individualis bahkan lebih parah oleh pihak asing. Hal ini
menjadikan masyarakat Indonesia seakan
tidak memiliki apa-apa, kekayaan alam yang ada di negeri ini seperti
fatamorgana.
Ketiga
menggunakan produk dalam negeri, sekarang ini produk asing sudah merajai pangsa
pasar negeri ini. pasar tekstil 80%,
farmasi 80%, teknologi 92%, bahkan air minum 93% yang semuanya itu
dikuasai pihak asing. Keuntungan yang diperoleh tidak masuk kas Negara atau
meningkatkan perekonomian masyarakat kita,
justru menjadi pemasukan Negara asing. Lantas siapa yang membuat mereka
maju??? Kita juga yang menjadikan produk-produk asing merajai pasar di
Indonesia karena kita lebih senang menggunakan produk asing sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Apalagi dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa pada sensus
penduduk tahun 2010 menjadikan peluang besar bagi pihak asing untuk
memanfaatkan kita sebagai konsumen produk-produknya. Hal ini membuat
entrepreneur di Indonesia kewalahan dalam bersaing karena kalah dalam promosi
ditambah dengan masyarakat yang seakan mremehkan hasil karya bangsa sendiri
dengan tidak menggunakan produk dalam negeri. Padahal bila banyak entrepreneur
yang kuat di Indonesia akan mampu meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia.
Ketiga
aspek diatas saling berkaitan karena langkah pertama yang harus dibentuk adalah
karakter sebagai bangsa Indonesia agar dapat mencintai Indonesia seutuhnya dan bangga
menggunakan produk dalam negeri. hal ini harus dimulai dari yang kecil agar
lambat laun akan tumbuh menjadi perubahan yang besar. Dimulai dari diri
sendiri, kemudian ditularkan kepada orang lain agar Indonesia mampu bangkit
dari keterpurukan dan kembali menjadi macan asia yang ditakuti oleh seluruh
penjuru dunia.
Minggu, 22 April 2012
PROFESIONALISME GURU TERGADAIKAN
Kurikulum dan Sistem pengajaran
merupakan salah satu unsur pendukung keberhasilan dalam proses
belajar-mengajar. Namun ada hal terpenting yang sangat menentukkan keberhasilan
tersebut, yaitu tenaga pendidik atau lebih dikenal dengan sebutan guru. Sosok
yang sering berinteraksi dalam pembelajaran ini sebagai cerminan terhadap
keberhasilan siswa dalam menguasai suatu materi yang disampaikan dan pengajaran
yang merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin
kualitas. Tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya
Sekarang ini tidak sedikit
orang yang berebut kursi untuk menjadi guru pns karena diiming-imingi gaji yang
besar dan tetap. Sedangkan untuk mendapatkan status sebagai pns harus memenuhi
syarat, diantaranya minimal lulusan D3/S1 dan harus mengikuti seleksi tes cpns yang
tidak menutup kemungkinan tes tersebut hanya sebagai formalitas bagi
orang-orang yang sudah memesan terlebih dahulu kursi, bahkan sudah dipastikan
mendapatkan jatah kursi pns tersebut dengan berbagai cara yang dilakukan
sebelum proses tes berlangsung. Itu memang hal yang sering terjadi ketika
persaingan menjadi tolak ukur untuk mencapai sesuatu. Sehingga ini berdampak pada
siswa yang seharusnya mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang layak sebagai
warga Negara Republik Indonesia
tidak terpenuhi dengan baik. Padahal dalam pasal 39 UU No 20/2003 dijelaskan
tugas guru yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat
Pendidikan
yang layak itu selain mencakup dari sarana dan prasarana, juga tenaga pendidik
yang memang layak dan mampu membimbing sekaligus mengarahkan siswa dalam pemahaman
terhadap sebuah materi ajar. Sering
terlupakan bahwa keberadaan guru dikelas hanya dijadikan formalitas atau
menggugurkan kewajiban karena telah
mendapat gaji dari pemerintah (red-asalnya dari rakyat), bukan sebagai bentuk
pengabdian diri untuk mengarahkan, membimbing, maupun mengawasi siswa agar
menjadi warga Negara yang cerdas dan dapat membangun negeri menjadi lebih baik.
Kurangnya
tanggung jawab itu akibat kebutuhan untuk keberlangsungan kehidupan yang
semakin meningkat, tidak diimbangi dengan penghasilan yang memadai. Hasilnya,
kinerja guru kurang maksimal atau bahkan mencari pekerjaan lain untuk menambah
penghasilan yang tidak bisa mengharapkan gaji tetap untuk memenuhi kebutuhan
100%. Ada sebagian guru harus mengajar dibeberapa
tempat yang berdampak pada ketidakfokusan dalam mengajar walaupun tujuannya
baik untuk menambah penghasilan. Selain itu, ada juga yang menjadi tukang ojeg
sebagai pekerjaan sampingan diluar aktifitas mengajarnya, memberi les pada sore
hari, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan
sebagainya. Yang lebih parah bila pada saat jam mengajar, justru bekerja dilain
tempat dengan memberikan semacam tugas kepada siswanya. Disisi lain itu adalah
hal wajar, tapi keputusan menjadi seorang tenaga pendidik, apalagi terikat
dengan status (red-PNS) berarti sudah komitmen untuk siap mengabdikan diri
menjadi tenaga pendidik dengan aturan yang berlaku.
Disini
peran pemerintah sangat berpengaruh terhadap kondisi tersebut, karena sebagain
besar masalah diakibatkan oleh kurangnya penghasilan dari hasil mengajar. Ini
menjadi renungan untuk bisa dicari jalan keluarnya agar permasalahan klasik
tersebut dapat diselesaikan. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali
kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 dalam UU sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di
dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas
dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
berkaitan dengan tugasnya. Meningkatkan penghasilan mungkin
bisa menjadi solusi, tapi sifat ketidakpuasan manusia dengan sesuatu yang telah diperolehnya menjadi hal yang harus
menjadi rujukan untuk menjadikan solusi tersebut sebagai satu-satunya yang
dapat terealisasi. Selain itu, ketika pendapatan menjadi tenaga pendidik yang
berstatus PNS meningkat, akan memacu persaingan yang lebih besar lagi untuk
memperebutkan status itu. Bahkan segala cara bisa dilakukan agar mendapatkan
status tersebut.
Perlu
merapihkan kembali tatanan kependidikan
di Indonesia agar mampu menghasilkan tenaga pendidik yang dapat memberikan
kontribusinya dalam Pengembangan akhlak dan moral yang sangat diperlukan siswa untuk
menjaga diri dari kerusakan terutama di Era globalisasi ini, seperti pergaulan
yang semakin bebas tanpa batas. Kalau tidak kuat pertahanan diri pribadi
(akhlak), maka akan terjerumus dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya.
Disinalah salah satu peran guru untuk bisa mengarahkan siswanya, apalagi pada
saat di sekolah peran guru sebagai orang tua harus mampu berperan layaknya
orang tua kandung siwa tersebut. Seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang
sekarang ini sudah mengalami penurunan kualitas dengan melihat keadaan Negeri
ini yang tidak kunjung membaik dari segi perekonomian, pembangunan, maupun
kesejahteraan. Keadaan tersebut sedikit atau banyaknya diakibatkan peran guru
yang kurang mampu membimbing dan mengarahkan siswanya menjadi lebih baik dari
segi akhlak,moral ataupun pengetahuan. Ini penting karena siswa akan berevolusi
menjadi pemuda The Agent Of Change
(Agen Perubahan), yaitu pemuda yang mampu merubah tatanan Negeri menjadi lebih
baik. Semangat para guru buktikan bahwa Engkau adalah Pahlawan tanpa tanda jasa
yang sesungguhnya.
Sabtu, 21 April 2012
TUHAN SAJA YANG BAIK
Ombak begitu tingginya pagi itu,
lambaian angin seperti tangan yang mencengkeram siapa saja yang mendekatinya.
Bahkan angin mulai mencari korban cengkramannya sebagai sesembahan
pengabdiannya. Namun tidak ada satupun
orang yang berani keluar dari gubuk-gubuk kayu jati berdinding bilik, atau
sekedar menengokkan mukanya. Sangat sepi tidak seperti biasanya, hilir mudik
nelayan yang biasanya membawa hasil tangkapan semalam tidak terlihat. Mungkin
cuaca yang sedang tidak bersahabat atau marah melihat tingkah laku manusia yang
tidak mau bersyukur.
**********
Penduduk berkerumun di tepi pantai,
memang matahari sudah mulai memperlihatkan kecantikannya. Setelah bersembunyi
ketakutan melihat air langit berjatuhan dengan ganas tanpa memandang siapapun.
Sesosok pemuda lusuh dengan robekan disetiap bajunya, terbaring kaku. Penduduk
belum bisa memastikan dia masih hidup atau sudah menjadi mayat yang siap untuk
dihanyutkan sebagai persembahan warga kepada Sang Pemilik Laut.
Kepala dusun yang hanya bersarung
menghampiri pemuda itu, menatap tajam dan menempelkan tangannya pada daerah
denyut nadi. Beberapa kali dicari tetap saja tidak ada tanda-tanda dia masih
hidup. Beranjak ke hidung dan mencoba merasakan ada atau tidaknya udara yang
keluar dari hidungnya.
“Pemuda
ini sudah tidak bernapas” teriak kepala
dusun.
“Cepat,
ambil perahu di ujung sana!”
Kepala
dusun menatap Arman, salah satu penduduk yang dari tadi paling depan
menyaksikan pemuda itu.
“Cepat,
kau ambilkan perahu itu!”
“Ba…
baaaaiiik pa, tunggu sebentar.”
Arman
pergi meninggalkan kerumunan penduduk sambil berlari hendak mengambil perahu
yang terpaku sejak beberapa hari yang lalu. Pikirannya melayang-layang
memikirkan perintah Kepala Dusun itu. Pertanyaan-pertanyaan yang secara sengaja
mulai mengganggu pikirannya. Dia bingung untuk apa perahu itu, padahal ada
seorang pemuda yang entah sudah mati atau masih sekarat butuh pertolongannya.
Kondisi laut saat itu sangatlah tidak bersahabat, ombak belum lelah
menari-nari. Tidak mungkin pergi ke kota yang ada hanyalah memberikan nyawa
kepada laut.
Sesampai
ditempat penepian perahu langsung saja dibuka pengikatnya dan menariknya menuju
pemuda itu. Nafas yang sudah tidak teratur tetap memaksa menyelesaikan tugas
Kepala Dusun. Siapapun tidak ada yang berani dengan dia. Keberaniannya
menghadapi terjangan ombak paling ganas di usia yang belum beranjak 15 tahun
hanya untuk menyelamatkan temannya yang tenggelam. Setelah berhasil
menyelamatkan temannya, dia pun langsung mendapat sanjungan dari semua
penduduk.
Di
usia 17 tahun, penduduk mempercayakan pimpinan tertinggi di daerah tersebut.
Bukan tanpa sebab, melainkan keberaniannya yang melebihi orang-orang dewasa.
Sikap menolongnya yang tinggi tanpa melihat status atau apapun memperkuat keyakinan
penduduk untuk memilihnya sebagai Kepala Dusun. Sebuah jabatan yang terlihat
kecil, tapi penduduk begitu patuh dengan perintahnya. Bagi mereka melaksanakan
perintah dari pemimpin adalah kepatuhan yang mutlak harus dijalankan. Bukanlah
persoalan bagi mereka karena selama ini tidak ada satu pun perintah yang
menyengsarakan atau merugikan.
Awal
massa kepemimpinannya, Kepala Dusun itu langsung melakukan gebrakan dengan
menjalankan tugas secara telaten. System perekonomian yang mulai dibangun,
ketahanan pangan yang langsung digalakkan. Tidak hanya membuat senang tetapi
membuat heran seluruh penduduk. Seorang pemuda umur 17 tahun sudah mengerti
perekonomian dan ketahanan pangan. Namun tidak ada satupun yang berani
menanyakannya.
**********
Arman
sekuat tenaga membawa perahu, penduduk lain mulai berhamburan membantunya.
Kepala Dusun langsung mengangkat pemuda itu. Perahu mulai di arahkan ke laut untuk
membawa pemuda tersebut menuju kota.
“Siapa
yang mau ikut saya? Dia masih bisa hidup.”
Menatap
setiap penduduk dengan penuh ketergesaan, lama tidak ada jawaban. Jelas saja
tidak ada yang berani, melihat ombak yang masih ganas untuk dilewati. Langsung
saja dibawa pemuda ke kota untuk berobat kekota karena belum adanya dokter
didaerah tersebut.
Penduduk
heran dengan sikap Kepala Dusun yang berkata pemuda itu sudah tidak bernafas,
justru hendak dibawa kekota dan berobat disana. Bahkan yakin kalau dia masih bisa hidup. Keheranan penduduk tidak berlangsung lama,
melihat seringnya Kepala Dusun melakukan hal-hal yang aneh.
Seminggu
berselang Kepala Dusun tiba di kampungnya dengan membawa pemuda yang terlihat
lebih baik dibandingkan ketika terbujur kaku seminggu yang lalu. Penduduk
berhamburan menolong Kepala Dusun dan pemuda tersebut. Tangan pemuda disandarkan pada kain yang diikat pada
bahunya. Kemudian dibantu oleh penduduk kerumah Kepala Dusun. Sesampainya
dirumah, rebahanlah pemuda itu dengan kondisi badan belum begitu bugar.
Malam
hari, seperti biasanya sebagian penduduk sudah mulai bernelayan karena ombak
sudah mulai tenang. Penduduk berkeyakinan ombak kembali bersahabat setelah
dikalahkan oleh Kepala Dusun. Namun tidak ada satu pun yang berani memastikan
kebenarannya dan hanya menjadi topic pembicaraan penduduk.
Pemuda
itu bangun dari tidur lelap sejak tadi siang. Untuk bangun masih harus dibantu.
Sejak tadi Kepala Dusun menungguinya, meninggalkan kebiasaan tugasnya yang
tidak pernah absen mengontrol sekitaran rumah penduduk. Berbeda kali ini,
tubuhnya tidak beranjak dari kursi tua semenjak tertidurnya pemuda itu.
Beberapa
hari berselang, kondisi badan pemuda itu mulai membaik. Tangannya sudah
beranjak sembuh. Bahkan mampu membantu penduduk sekitar memotong kayu untuk
bahan bakar sehari-hari. Sementara Kepala Dusun kian hari semakin berkurang
keceriannya, terlihat jelas dimatanya ada rasa kegelisahan dan ketakutan.
“Pak,
saya sudah mulai membaik”
Pemuda
itu mengagetkan lamunan Kepala Dusun.
“Bagus
kalau begitu, jangan terlalu banyak gerak. Tangan Kau belum sembuh betul itu.”
“Siap
pak, oh iya saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Sartana.”
Kepala
Dusun kaget dan terlihat sangat gelisah.
“Sartana…….
Hmmmm nama yang cukup bagus.”
Sartana
beranjak menuju rumah Kepala Dusun dan mencari sesuatu yang hilang miliknya.
“Kotak
itu ada didalam lemari, ambil saja pasti kamu mencari barang itu.”
Suara
yang tidak begitu tegas mengagetkan pencarian Sartana.
Tanpa
berpikir panjang diambilah kotak berukuran sedang yang masih lengkap dengan
kain penutupnya. Kemudian Sartana menceritakan betapa berharganya kotak itu.
Kotak yang berisi sebuah pisau merupakan
titipan dari orang tuanya ketika hendak meninggal dunia. Mereka meminta untuk
membalaskan dendamnya kepada orang yang sudah menghancurkan hdiup orang tua
Sartana, bahkan sampai membunuhnya. Sebelum meninggal ibu Sartana sempat
memberikan pesan. Malam sudah sangat larut, sehingga cerita pun terpaksa
dihentikan dan mereka tertidur dalam satu ranjang.
Pagi
terasa begitu bersahabat, kicauan burung dari tadi menghantarkan nelayan yang
baru tiba dari laut dengan membawa segala macam ikan untuk dijual. Matahari
sudah tidak malu lagi memancarkan cahayanya hingga menembus jendela terbuka
rumah Kepala Dusun. Cahayanya yang masuk membangunkan tidur Sartana, dia sudah
tidak melihat Kepala Dusun. Biasanya Kepala Dusun setiap pagi mengontrol pasang
surut air laut. Entah dengan mantera atau ilmu yang tidak satupun penduduk
tahu, Kepala Dusun mampu menenangkan laut seganas apapun.
Sartana
menghampiri Kepala Dusun sekaligus hendak berpamitan untuk meneruskan
perjalanannya. Kepala Dusun tidak bisa memaksa dia untuk tetap tinggal
bersamanya, walaupun terlihat berat untuk berpisah. Sartana sudah seperti
saudara kandungnya sendiri yang lama tidak berjumpa.
Perjalanan
Sartana tanpa arah tujuan, setiap penduduk yang ia temui selalu ditanya dengan
pertanyaan yang sama.
“Pa,
tahu atau pernah mendengar laki-laki yang bernama Patrajasa?”
Ketika
bertemu dengan seorang lelaki separuh baya.
“Maaf
nak, bapak belum pernah mendengar nama itu”
Beberapa
kampung sudah ia lewati dan selalu saja jawabannya sama ketika ditanya tentang
lelaki bernama Patrajasa. Sempat putus asa dan hendak kembali ke tempat asal
untuk melanjutkan kehidupannya. Namun hal itu urung dilakukan setelah bertemu
dengan seorang kakek yang sempat ia Tanya tentang Patrajasa. Setelah
mengucapkan terima kasih pada kakek tersebut, lantas ia langsung berlari dengan
sekuat tenaga menuju perkampungan yang telah menyelamatkan hidupnya.
Malam
kali ini begitu hening, bulan ataupun bintang tidak memperlihatkan sedikitpun
kecantikannya. Semua langit tertutup awan hitam yang siap menghantam siapa saja
dengan air hujannya. Tidak ada penduduk yang lalu-lalang, mungkin malam sudah
sangat larut. Sartana kembali kerumah Kepala Dusun dan menancapkan pisaunya
kepada Kepala Dusun yang sedang tertidur lelap.
**********
ketika
keputusasaan Sartana memuncak mencari orang yang hendak ia bunuh, pada saat itu
juga ia di ketemukan dengan seorang kakek yang sedang lewat. Tanpa basa-basi
Sartana langsung menanyakan pertanyaan yang sama dari setiap orang. Sempat ia
berfikir pasti jawabannya akan sama dengan penduduk yang lain. Namun tidak
disangka-sangka kakek itu tahu siapa Patrajasa dan keberadaannya sekarang.
Kakek itu lalu menceritakan bahwa Patrajasa adalah warga seberang timur yang
terbawa arus hingga sampai kepulau ini. keberaniannya sangat terkenal seantero
pulau ini. sekarang dia menjabat sebagai pemimpin dikampung sebelah utara
pantai. Kaget bukan main ketika mendengar penjelasan kakek itu. Karena kampung
tersebut telah menyelamatkan nyawanya, bahkan Patrajasa yang ia cari adalah
Kepala Dusun itu.
Emosi
yang semakin memuncak menutupi kebaikan yang sudah dilakukan oleh Kepala Dusun,
bahkan Sartana tidak menanyakan kebenaran kepada kakek itu serta ketidaktahuan
warga terhadap Patrajasa yang sebenarnya mereka sangat tahu. Pesan ibunya terus
terngiang-ngiang, pesan sebelum tiba kematian kedua orang tuanya. Pesan singkat
yang berisi:
“Nak, kamu adalah satu-satunya anak kami,
tolong balaskan dendam kami kepada Pramunti dan keluarganya. Mereka telah
mengambil harta dan kehidupan kita. Itu akan membuat kami tenang disana.”
Dalam
pikiran Sartana tidak ada kata apapun kecuali pesan dari ibunya, sesampainya
dikampung tersebut langsung ia bunuh Kepala Dusun.
Sebelum
mati kepala dusun mengucapkan sebuah kalimat dengan terbata-bata:
“Sartana, Aku sebenarnya sudah tahu
kedatanganmu kesini. Aku sudah mulai khawatir karena engkau akan membunuhku.
Aku tahu Pramunti dan suaminya sudah mati dan Kau akan membunuh anaknya, yaitu
yang bernama Mandula Patrajasa. Dan itu Aku.”
“Lantas
kenapa Aku harus membunh orang baik sepertimu?”
“Aku
sebenarnya adalah kakak kandungmu yang diambil paksa oleh Pramunti, karena
sejak kecil dia mengasuhku, maka Aku tidak pernah mau disentuh oleh orang
tuamu. Padahal mereka telah melahirkanku. Setelah Pramunti membunuh orang tuamu
lantas kabur menyeberangi pulau dan ditengah perjalanan perahu itu oleng dan
kami tenggelam. Hanya Aku saja yang masih hidup.”
“Kenapa
penduduk tidak mengenal namamu, Patrajasa?”
“Aku
memperkenalkan diri dengan nama Mandula, hidupku sudah akan berakhir. terimalah
permintaan maaf Kakakmu ini yang tidak terus terang ketika Kau datang pertama
kali kesini.”
Hujan
turun begitu deras bersamaan suara petir yang memekikkan telinga. Ketika itu
pula Mandula Patrajasa atau Kepala Dusun itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Sartana
begitu menyesali perbuatannya yang tidak berfikir matang dan hanya mementingkan
emosi semata. Air matanya membasahi kepala Kakaknya itu, padahal sebelumnya ia
berpikir bila telah membalaskan dendam orang tuanya tentu ia adalah orang yang
sangat baik. Dalam penyesalannya dengan suara lirih ia berkata: “Ternyata hanya
Tuhan saja yang baik.”
Langganan:
Postingan (Atom)