Siaran Bae

Senin, 22 Oktober 2012

Pemuda Masa Depan

Pemuda Masa Depan
INFO AMAT SANGAT PENTING DAN URGENT

Ayo saudara dan rekan2 sekalian mohon bantuannya untuk meng-Like dan Men-Tweet esai saya yang berjudul "Pemuda Masa Depan" a.n Deni Setiadi sedang dilombakan mewakili untirta dan banten. caranya klik http://sospolinaction.blogspot.com/2012/10/pemuda-masa-depan.html#.UIRnH28xr7Q kemudian dibagian paling bawah tolong Like, Tweet dan share. terima kasih sebelumnyaa. (Hanya sampai tgl 25 Oktober)

Rabu, 17 Oktober 2012

GAPAI MIMPI DALAM LEMPARAN BOLA KERTAS




Seuntai mimpi yang digoreskan dalam kertas putih polos hanyalah tulisan biasa, akan menjadi luar biasa tatkala kertas itu terbang mengabarkan pada dunia bahwa “INILAH MIMPI KAMI, ANAK BANGSA”. Kemudian kertas itu kembali mendarat sebagai semangat kepada pemiliknya, sedang kita meyakinkan bahwa IYA, KALIAN PASTI BISA.

Sore tadi, tepat dihari tulisan ini secara sengaja dibuat. Belasan anak-anak terminal, mereka meyebutnya demikian. Penuh semangat bersiap-siap mengikuti salah satu kegiatan rutin Lembaga Dakwah Kampus BAABUSSALAM UNTIRTA.  Sebenarnya bukan acara besar, tanpa tenda atau pemateri-pemateri handal layaknya acara seminar yang seringkali digalakkan oleh beberapa organisasi. Ini hanyalah kegiatan kecil, dilakukan oleh sebagian kecil anggota LDK yang sangat peduli terhadap nasib anak-anak terminal. Kami menyebutnya BINAR (Bina Anak dan Remaja). Bertempat di salah satu TPA yang berada dilingkungan Terminal Pakupatan.

Awal pembelajaran dimulai dengan doa dan dilanjutkan perkenalan yang dipimpin oleh tentor baru, sebut saja namanya Maharani Ramadhanti. Sembari mengenalkan beberapa tentor lainnya. salah satunya Nawawi, Mega, eny dan tidak lupa cowo kece yang hadir dari belahan dunia terkece se kece-kecenya. Seringkali di panggil-panggil dengan sebutan dzakwan ali *Ingat bukan Bakwan Aci*. Sementara Rateh dan Fanny sudah sangat terkenal bagi anak-anak terminal. Yahhh kalah deh populernyaa dzakwan ali. *lupakan*  kemudian anak-anak diminta menyebutkan namanya sendiri beserta umurnya.

“Sarwiti, 16 Tahun. . . “
“Neneng, 11 Tahun. . .”
“Reza, 6 Tahun. . . “
“Febri, 12 Tahun. . .”
Dan belasan anak terminal lainnya. . . .

Rani dengan semangatnya yang cukup menggila bertanya kepada anak-anak
“Siapa diantara kalian yang punya cita-cita.”
Semua anak dengan penuh percaya diri dan semangat mengangkat tangannya sembari berteriak “SAYA” “SAYA KAK” “SAYA TEH”
“Okeeee, sekarang kalian siapkan kertas kosong dan tuliskan cita-citanya.”
“Bu, Reza belum bisa nulis, gimana tuh”
“Emangnya Reza cita-citanya apa sayangg”
“Saya mau jadi pemain bola” Nada polos anak enam tahun
“Kakak-kakaknya bantu Reza yaaaa,”

Setelah semuanya menuliskan, Rani meminta mereka membuat pesawat dari kertas yang bertuliskan cita-citanya.  Hal ini dilakukan agar cita-cita mereka bisa terbang mengabarkan kepada Negeri bahwa ada anak disalah satu terminal memiliki cita-cita melebihi luasnya terminal. Setelah itu pesawat dibuat menjadi bola dengan meremas-remasnya sebagai keyakinan yang kuat bahwa CITA-CITA itu tidak hanya akan jadi tulisa semata, tapi dengan semangat yang mereka miliki pasti semuanya tercapai.

Sementara tentor menyiapkan salah satu tempat untuk dijadikan sebagai tujuan bola itu dibuat. Yaaa anak-anak diharuskan melemparkannya hingga masuk dalam wadah. Bagi yang berhasil mendapatkan wafer coklat sedangkan yang belum berhasil harus terus mencoba hingga masuk. Pada akhirnya semua berhasil. Ada yang dua kali mencoba, tiga kali, empat kali bahkan Reza beberapa kali terus mencoba. Tanpa malu ataupun ragu terus mencoba hingga ia berhasil memasukkan bola dari kertas yang bertuliskan cita-citanya “PEMAIN BOLA”.  Biarpun terlihat hanyalah permainan biasa, bagi kami ini bentuk penyadaran kepada mereka bahwa kondisi mereka sekarang tidak cukup bisa menentukkan masa depan. Semuanya berhak untuk SUKSES termasuk mereka anak-anak terminal. Dalam permainan itu ada sebuah hal yang ditanamkan kepada mereka. Bahwa untuk mendapatkan sesuatu butuh usaha dan semangat yang tinggi, serta terus mencoba hingga berhasil. Karena keberhasilan akan selalu datang kepada kita tatkala kita yakini bahwa keberhasilan akan datang menghampiri kita. Usaha, semangat, tekad yang kuat serta pantang menyerah adalah jalan arah keberhasilan itu hingga sampai pada kita.

Kami begitu menikmatinya sebagai kesenangan akan sebuah harapan anak-anak yang kami yakini mereka PASTI BISA untuk menggapai cita-citanya, mimpi-mimpinya, harapan-harapan besarnya, semuanya terakumulasi untuk MASA DEPANNYA.
Terminal Pakupatan, 16 Oktober 2012 “Untuk Sebuah Mimpi Anak Negeri”

Kamis, 10 Mei 2012

BEASISWA “Membatasi Kritis Mahasiswa?”


Setiap mahasiswa tentu akan senang sekali mendapatkan beasiswa, yaitu “bantuan” yang diberikan secara tunai (bukan BLT programnya pemerintah) atau melalui rekening. Apapun itu tentu saja menyenangkan. Sama-sama mendapatkan uang untuk membayar kuliah, beli buku, membayar kosan, makan, atau mentraktir pasangannya (ga harus pacar, mungkin sahabat atau saudaranya). Gw pun merasakan hal yang sama, apalagi bukan berasal dari keluarga kalangan menengah ke atas. Bagi mereka yang amat sangat tercukupi tentu saja beasiswa bukanlah sebuah prestasi atau sesuatu yang perlu dikejar. Bagi gw beasiswa adalah modal hidup dikampus.
Beasiswa meringankan beban pikiran yang selama ini menghantui disetiap kondisi, terutama bila berhadapan dengan apapun yang mengharuskan keluar banyak uang. Kuliah pun akan lebih focus serta termotivasi karena dengan IP besar mampu mempertahankan beasiswa tersebut.
Beasiswa terkadang melemahkan bagi orang-orang yang tidak sadar fungsi adanya beasiswa itu sendiri. Termasuk dengan gw, seharusnya beasiswa yang gw dapetin mampu menyadarkan untuk lebih serius kuliah. Minimal tidak pernah bolos kecuali sakit yang mengharuskan istirahat total. Serta mampu meningkatkan prestasi akademik, minimal IP diatas 3,5. Justru gw semakin berani untuk mem-bolos kuliah dengan memilih mengikuti kegiatan-kegiatan seperti pelatihan, Training Of Trainer atau lomba non akademik.
“Ah, kuliah udah dibiayain ini. ga perlu khawatir. Yang penting IP 3 sudah aman.”
Benar atau salah silahkan dinilai sendiri, bagi gw IP bukanlah sebuah hal yang cukup menarik untuk dikejar. Sekalipun pernah baca dalam sebuah buku “Jangan Kuliah Kalo Ga Sukses” ada lulusan Teknik Informatika ITB dengan IPK 4 mengatakan:
“Jikalau IP bukan suat hal yang besar, apakah layak mendapatkan amanah yang lebih besar bila dengan hal yang kecil saja GAGAL.”
Sempat kalimat itu terngiang-ngiang dalam pikiran kemudian masuk dalam hati dan disebarkan oleh darah keseluruh tubuh. Hanya beberapa saat saja. Motivasi gw untuk bisa mengelilingi Indonesia yang kaya akan segalanya menutupi semua nasihat-nasihat dari siapapun yang mengharuskan gw dapet IP besar.
Kembali lagi kepada beasiswa, dalam benak gw yang paling dalam serta propokasi dari salah satu dosen. Beasiswa seolah membungkam mahasiswa untuk bebas mengekspresikan dirinya ketika melihat ketidakbenaran berlarian bebas dihadapan gw. Seperti satria baja hitam yang gagal berubah gara-gara lupa mantera akibat dipengaruhi monster “lupa”. Begitu juga dengan mahasiswa yang sengaja dibuat lupa dengan idealismenya sehingga diam tanpa berbuat apapun karena sudah nyaman di fasilitasi oleh kampus, yaitu beasiswa. Seperti halnya salah satu tokoh di film “GIE” yang sangat idealis ketika menjadi mahasiswa, bahkan cukup kritis melihat “ketidakharmonisan” pemerintahan di massa orde lama. Aksi dijalan dilakukan, membuat selembaran kritikan seolah kewajiban. Namun setelah lulus dan masuk menjadi anggota dewanh kemudian diberikan berbagai fasilitas. Bungkamlah dia.
Gw sendiri seperti halnya satria baja hitam, namun bisa berubah bila mau memilih resiko dengan perubahan yang dilakukan. Dan ini yang gw pilih.
“Bermula dari kegiatan demokrasi kampus, yaitu pemilihan Presiden Mahasiswa. Terdapat 3 calon pasangan. Setelah berakhir pemilihan terpilihlah pasangan Juhri-Bayu sebagai Presma. Namun ada beberapa hal yang membuat mereka digagalkan sebelum pelantikan. Sehingga disahkan pasangan Sandra-Haedi yang terpilih. Pada akhirnya kedua pasangan tersebut bersiteru dengan berbagai gaya masing-masing. Saling mempertahankan dan mengakui dirinya Presma. Hingga tiba waktunya mahasiswa baru berdatangan. Ospek universitas pun dijalankan. Namun tanpa diduga pada acar pembukaan terjadi keributan dua pasangan presema tersebut yang membuat beberapa mahasiswa terluka.
Siangnya gw dating kekampus hendak melihat kondisi ospek. Maklum lagi mendapat amanah sebagai Ketua Pelaksana Ospek fakultas. Berbekal informasi dari beberapa pihak membuat gw dan beberapa teman lainnya menarik mahasiswa baru (maba) FKIP untuk tidak melibatkan diri di Ospek universitas. Keributan kembali terjadi karena panitia ospek universitas tidak mengizinkan maba  FKIP menarik diri dari ospek Universitas. Sedang gw khawatir bila maba FKIP tidak menarik diri aka nada lagi korban selanjutnya akibat dua pasangan yang bersitegang.
Beberapa bulan kemudian, pembagian beasiswa PGN di bagikan secara tunai. Setiap mahasiswa yang berhak mendapatkannya diharuskan hadir untuk mengambil langsung. “Kecuali Deni Setiadi, silahkan mengambil beasiswa tersebut.” Begitu salah satu pegawai kemahasiswaan berbicara.
“Deni. Beasiswa kamu ditahan sampai menyerahkan berkas permohonan maaf karena telah melakukan penarikan massa ketika acara ospek universitas. Kamu harus meminta maaf kepada Rektor, PR3, Kabag Kemahasiswaan, serta panitia ospek universitas. Dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangi mereka”
Bagi gw minta maaf bukan suatu hal yang sulit dilakukan, sebelum mereka menyuruh meminta maaf. Gw sendiri sudah melakukannya. Karena dikhawatirkan mempunyai kesalahan selama berinteraksi dengan mereka. Namun gw diharuskan meminta maaf karena melakukan penarikan maba FKIP.  Tentu ukan karena gengsi gw tidak menuruti kemauan mereka. Apa yang dilakukan dulu merupakan sebuah hal yang benar bagi gw. Demi keamanan dan keselamatan maba FKIP yang pada saat itu gw sendiri mempunya tanggung jawab untuk menjaga mereka.
Berbagai masukkan dan interpensi akhirnya mengharuskan gw meminta maaf, dan uang itu pun diberikan. Entah ini nasihat atau ancaman, namun bagi gw lebih ke sebuah masukan untuk tidak banyak berperilaku tidak menyenangkan menurut mereka yang bisa merugikan atau menurunkan grade mereka.
“Awas saja, kalau merusak atau mengganggu lagi acara kampus. Beasiswa siap-siap diputus.”
Namun itu tidak terjadi untuk kali ini. sempat terjadi kesalahan data IPK dimana gw yang seharusnya IPK diatas 3 justru tercantum di Pusat Data dan Informasi (Pusdainfo) dibawah 3. Sebenarnya tinggal gw hubungi pusdainfo dengan memperlihatkan bukti bahwa IPK gw diatas 3 cukup menyelamatkan untuk tetap mendapat beasiswa PGN. Ah, lagi-lagi idealisme muncul yang membuat gw belum merubah kesalahan data tersebut.
“Biarlah tidak dapat beasiswa lagi, setidaknya mengurangi beban gw terhadap pemberi beasiswa dan membebaskan diri untuk bebas berekspresi serta kritis ketika ketidakbenaran itu kembali ada tanpa takut ancaman pencabutan beasiswa.”
Denis Khawarizm

Beasiswa, Oh Senangnya…….”


Beasiswa dan beasiswa, satu kata yang cukup menarik perhatian terutama bagi mahasiswa yang baru mengijakkan kakinya dikampus. Atau karena alasan itulah yang membuat lulusan sekolah menengah ke atas berani untuk melanjutkan studinya. Bahkan membuat para petani tidak khawatir memberikan izin kepada anaknya untuk belajar di sebuah “kampus”. Bagi siapapun yang “membutuhkan” beasiswa kebanggan tersendiri bahkan bisa dikatakan prestasi, termasuk gw. Apalagi ketika orang-orang atau adik tingkat yang bertanya tentang beasiswa, bangga banget bisa menjelaskan sesuatu hal yang kita sendiri pelakunya. Dialog yang seringkali terjadi:
Misal,  Adik tingkat adalah A
Gw adalah B
A         : “Ka, di Untirta ada beasiswa apa za?”
B         : “Banyak dek, Bidik Misi, Perusahaan Gas Negara, BUMN, Eka Tjipta, PPA, BBM,  Djarum, Toyota Astra, BTN, Supersemar, BCA, Orbit, Bank Indonesia, dll”
A         : “kaka dapet beasiswa apa?” 
Tidak niat untuk riya atau riba, hanya sekedar membangga-banggakan diri sendiri, ah sama saja sepertinya. Masuk riya tuh. Oke  deh, Insya Allah ikhlas, ah ga ikhlas tuh. Dimana-mana kalau ikhlas ga boleh disebut kata “ikhlas” nya. Apapun pikiran kalian yang pasti gw harus jujur apa adanya.
B         : “Alhamdulillah dek, dapet beasiswa PGN, perusahaan Gas Negara.”
A         : “Wih hebat ka, mau dong dapet beasiswa juga kaya kaka”
Sepertinya hati yang lemah ini mulai di uji, dengan pujian-pujian seperti itu. Apalagi kalau cewe yang bertanya semakin melemahkan saja. Untung selalu inget untuk setia kepadanya, entah “kepadanya”  sebenarnya suka atau tidak. Akhirnya Gw anggap yang bertanya adalah adik-adik gw yang harus mendapatkan asupan informasi di per-Kuliah-an terutama tentang beasiswa.
B         : “Pasti bisa dek, tinggal pilih za mau yang mana.”
A         : “Apa za ka persyaratannya?” Dengan nada penasaran
B         : “Sebenarnya simple, minimal IP 3 atau 3,5 terus kalau ada pembukaan beasiswa, minta ke orang tuanya supaya pemakaian listrik dikurangi. Biasanya disuruh mengumpulkan struk listrik dibulan pas kita ngajuin beasiswa.”
A         : “Denger-denger untuk dapetin IP 3 itu susah ya ka?
B         : “Biasanya kalau semester 1 mah mata kuliahnya masih umum, atau pengulangan materi di SMA. So dapet 3 masih mudah. Belajar za yang serius. Dan ga boleh hanya sekedar jadi mahasiswa pelengkap yang gagap informasi. Harus aktif dikelasnya, biar dosen kenal sama kita dan bisa banyak dapet informasi dari para dosen.”
A         : “Insya Allah ka, Mohon bimbingannya?”
Whats??? Minta bimbingan dari gw, ga salah tuh? Berat banget diminta ngebimbing, IP gw ga selalu diatas 3,5. Tapi inilah tugas sebagai kaka yang baik. Berusaha dengan sekuat tenaga diiringi dengan niat yang tulus jadilah “kue donat”.
B         : “Sering komunikasi za, ini juga bagian dari negbangun komunikasi. Kamu dengan kaka. Sering-sering nanya sama kaka tingkat. Setidaknya mereka sudah lebih dulu merasakan hal yang akan kita alami. Salah satu kunci  biar dapet beasiswa Duha dan Tahajud”

Yupzz, dua kata yang cukup popular dikalangan mahasiswa. Mungkin sejak SMA, apalagi kalau mendekati Ujian Nasional. Sepertinya mushola atau masjid sekolah penuh disesaki oleh siswa kelas tiga untuk melaksanakan solat duha. Dan tahajud menjadi rutinitas yang tidak tertinggalkan. Mudah-mudahan setiap orang yang pernah melaksanakannya tetap istiqomah. Amiiin.
Bagi gw sendiri, dua kata tersebut seperti kata sakti yang memberikan petunjuk jalan untuk mendapatkan apapun yang kita butuhkan. Duha dan Tahajud, ini yang selalu gw ceritain bahwa dua kata itu sudah membuktikannya. Terutama pada penerima beasiswa PGN. Kebanyakan orang-orang yang dapet beasiswa itu sering gw lihat Duha di masjid kampus (Bukan untuk sombong, sumpah deh!!!). Dimanapun kita berada, sama-sama berusaha untuk selalu melaksanakan Solat Duha dan Tahajud. Duha sebagai ibadah meningkatkan rizky, sedangkan Tahajud, ketika kita berdoa setelah solat itu Insya Allah akan cepat terkabul karena pada waktu tersebut, Allah langsung turun untuk mengabulkan do’a-do’a orang yang meminta kepada-Nya. Maklum Bro, Tahajud kan biasa dilaksanakan jam 2 atau jam 3 pagi. Waktu-waktunya bikin pulau itu mah.
Selain Duha dan Tahajud, tentu ikhtiar yang lain adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya. Biasanya informasi beasiswa ditempel di gedung fakultas atau rektorat. Dan biasanya lagi, ketika pagi-pagi ditempel. Insya Allah siang atau sorenya sudah lenyap informasi tersebut. Maklumlah mahasiswa memiliki sebuah keyakinan “Semakin sedikit orang yang ngajuin beasiswa, semakin besar peluang mendapatkan beasiswa tersebut”. Biasanya kalau di rektorat susah untuk mencabut informasi beasiswanya, namun ga banyak mahasiswa yang sering masuk gedung rektorat. Sekalipun tidak ada informasi dalam bentuk kertas pengumuman. Sesekali bersilaturahmi ke bagian kemahasiswaan untuk menanyakan informasi beasiswa yang sedang berlangsung pengumpulan berkasnya atau beasiswa yang mungkin sebentar lagi akan dibuka. Lumayan bisa persiapan dulu. Kemahasiswaan tentu akan amat sangat senang bila banyak mahasiswa yang sekedar berkunjung atau silaturahmi. Penting banget ini…….
Pada akhirnya saling mengingatkan dalam kebaikan dan ga boleh pelit bin pedit dalam informasi apapun terutama beasiswa karena kita semua bersaudara…………
Denis Khawarizm

Ga Hanya Ngampus Part2


Dari kampus Gw bisa keliling Indonesia
Balas dendam terhadap massa Sekolah dulu………………..

Oke kawan, gw share sedikit maksud dari dua kalimat diatas:
Menjadi sebuah kebudayaan atau trend secara turun-temurun dimana semakin angka semester itu bertambah, semakin berkurang semangat dalam mennunaikannya. Kuliah semakin menginjak semester atas, semakin malas menjalaninya. Beberapa factor memang yang membuat hal itu terjadi dan dialami oleh beberapa mahasiswa. Misalnya dosen jarang masuk, paling masuk di awal-tengah-akhir. Kalaupun masuk hanya mengajarkan materi kuliah yang sebenarnya bisa dipelajari tanpa harus mereka ngajar (bukan sombong). Tidak banyak dosen yang mau berbagi pengalaman hidup nya, padahal itu sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup dimasa mendatang
Sebuah pilihan memang dalam menentukkan masa depan kita. Bila teringat dengan pengorbanan orang tua yang berusaha sekuat tenaga membiayai kuliah. Haruslah semangat itu terjaga. Apalagi mengharuskan kita sendiri yang mencari uang sebagai pemenuhan  keperluan kuliah.  Ataupun mendapat keringanan dari kampus karena memperoleh beasiswa, dan lain-lain.
Memang banyak hal yang seharusnya menjadi benteng kokoh penghalang virus-virus malas ataupun jenuh. Akan tetapi, semakin lama benteng tersebut mulai goyah. Hembusan angin begitu kuat menerjang. Virus jenuh semakin riang gembira. Tidak bisa menghindar memang, sekalipun motivasi untuk terus semangat kuliah selalu didapatkan. Ini bagian dari naluriah setiap orang yang menjalani atau melakukan sesuat secara berulang dalam waktu yang lama akan tumbuh rasa jenuh. 
Sekalipun tidak bisa menghindar, setidaknya perlu ada vaksin untuk menetralisir virus tersebut. Banyak vaksin yang ditawarkan, salah-satunya  pengembangan diri di organisasi atau berkreasi membuat usaha. Tentu tidak hanya itu, banyak vaksin lain yang bisa menetralisir virus tesebut. Vaksin organisasi berkomposisikan pengembangan diri (Public speaking, team building, leadership, dll), berpetualang mengitari luasnya Indonesia bahkan mancanegara, maupun bertemu orang-orang hebat. Sedangkan vaksin wirausaha berkomposisikan mentalitas serta kerja keras, jaringan pengusaha, maupun penghasilan yang meyakinkan.
Gw sendiri memilih vaksin organisasi, tentu saja selain bisa mengembangkan serta melatih diri memberikan peluang berkeliling Indonesia. Betapa asyiknya berkelana tanpa biaya. Beberapa kali gw mewakili organisasi untuk mengikuti pelatihan atau pertemuan tingkat nasional. Selain mendapatkan ilmu ataupun kenalan baru, tentu saja tidak boleh menyia-nyiakan objek pariwisata didaerah yang dikunjungi.
Inilah yang membuat gw semakin ingin mengenal dan mengunjungi daerah-daerah di Indonesia. Setiap kali berkunjung ke suatu daerah, pasti terdapat cirri khas daerah tersebut. Memang begitu kayanya Indonesia sehingga saying sekali bila kita hanya sekedar mengenal daerah sendiri.  Biasanya pemerintah memiliki program training atau pelatihan, coba saja sering mengakses situs resmi kementerian. Terkadang informasi tersebut di posting dan kita hanya tinggal daftar mengikuti prosedur yang sudah diberikan. Seperti halnya gw mengikuti TOT Character Building 2011 di Bandung. Kegiatan pelatihan selama 8 hari ini didapat dari ketidaksengajaan mengunjungi situs kemenpora (kemenpora.go.id). salah satu kolom memuat pendaftaran TOT tersebut, langsung saja didownload dan mengikuti alur pendaftarannya. Cukup gampang dan sangat simple, tidak ada penyeleksian secara khusus untuk mendapatkan tiket tersebut. Selain mendapat ilmu, bertemu banyak orang yang memiliki karakter berbeda ataupun bertemu tokoh-tokoh nasional. Tentu saja uang saku dan jalan-jalan mengitari bandung bagian dari fasilitas. Tidak lupa, tinggalnya di hotel bintang lima. Begitu menyenangkan.
Bukan tanpa resiko mengikuti kegiatan tersebut, waktu pelatihan yang bentrok dengan jadwal kuliah membuat dilemma. Kita harus ingat bahwa “hidup adalah pilihan, akan tetapi kita tidak bisa memilih konsekuensi dari pilihan tersebut”. Kuliah terpaksa ditinggalkan dengan memanfaatkan jatah bolos, gw selalu berpikir sekalipun bolos kuliah, akan mendapatkan ilmu dengan mengikuti kegiatan tersebut. Serta banyak hal baru yang gw dapatkan. Dan memang selalu seperti itu. Mendapatkan sesuai yang kita harapkan tergantung dari niat awal ikut kegiatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan diluar sebenarnya bisa mengurangi rasa jenuh kuliah, melakukan hal baru dan mendapatkan sesuatu yang baru. Ada alasan selain yang sudah disebutkan memilih kegiatan diluar sekedar kuliah dikelas. Yaitu pembalasan dendam karena massa SD hingga SMA sedikit sekali peluang untuk bisa keliling Indonesia. Tidak ada kesempatan atau memang tidak mencari kesempatan. Apapun itu pada intinya gw ga banyak berkunjung kedaerah di Indonesia dimassa sekolah. Sehinnga memanfaatkan betul massa kuliah untuk bisa mengabulkan hasrat diri agar bisa seperti Gola Gong, seorang Travel Writer sekaligus penjelajah sejati yang sudah mengitari daerah di 30 provinsi serta menjelajah dunia.
Denis Khawarizm

Ga Hanya Ngampus Part1


Apa sih yang kita cari dikampus tuh??
Sekedar belajar tentang materi kuliah sesuai jurusan atau ber-ORGAN-isasi atau maen2 atau nyari jodoh atau nyari duit atau nyari teman atau nyari entah apapun yang mengharuskan dicari sampai pencarian itu menemukan entah yang dicarinya atau putus asa karena tidak menemukan entah yang dicari.
Okz. Itu adalah pilihan masing2, namun ketika Qt hanya berpikir kuliah untuk mencari ilmu yang sesuai dengan jurusan yang diambil kemudian lulus dan mendapatkan ijazah sebagai modal keraja.
Hanya itukah???
Sayang sekali kawan, ilmu2 kehidupan yang secara langsung akan digunakan ketika bermasyarakat bertebaran dikampus tuh melalui sebuah organisasi atau perkumpulan sesuai dengan bidangnya. Ada focus di kebudayaan dan seni, jurnalistik, politik, agama, tarik suara, penelitian, sastra, dll. Semuanya tidak hanya menawarkan itu saja, seperti Public Speaking akan Qt pelajari. Bukan kah itu salah satu modal Qt mampu berbicara didepan umum??????
Amat disayangkan tidak banyak mahasiswa peka kemudian mengambil ilmu tersebut. Ilmu yang jauh akan lebih bermanfaat ketika Qt memilih hidup bermasyarakat. Selain itu kebermanfaatan kepada masyarakat akan semakin terasa. Sebenarnya tidak ada kewajiban secara khusus untuk aktif dalam sebuah organisasi, setidaknya Qt bisa mengambil banyak ilmu sebagai modal masa depan Qt dan tidak perlu terlibat aktif dalam menjalankan organisasi tersebut (walau terkesan egois). kecuali bagi orang2 yang tidak mau memiliki masa depan yang baik. Tapi Gw rasa yang namanya Mahasiswa pasti memiliki impian dan masa depan. Tinggal bagaimana Qt mampu mengeksplore diri menjadi orang yang layak sesuai dengan yang diimpikan.
Gw ga nyaranin kalian buat berorganisasi seabreg, kemudian tidak kuliah. Bukan itu…..
Kuliah cukup penting sebagai modal Qt, tinggal seberapa serius menjalankan kuliah tersebut. Ketika hendak UTS atau UAS, tidak sedikit mahasiswa yang gerasak-gerusuk foto copy catatan, bikin catatan kecil buat nyontek, ngajak belajar bareng, dll. Bahkan melanjutkan kebiasaan buruk selama di sekolah yaitu Mencontek ke beberapa sumber, baik catatn kecil atau teman sebaya. Lantas selama dikelas ngapain??? Badan dikelas tapi pikiran kemana2, berarti hanya sekedar menjalankan kewajiban saja kuliah tuh. Bukan karena kebutuhan. Biar dilihat orang tua rajin kuliah, atau takut ga lulus bila bolos. Cara pandang Qt termasuk Gw yang memang perlu diluruskan. KULIAH ADALAH KEBUTUHAN BUKAN KEWAJIBAN.
Ketika Qt memilih untuk tidak masuk kekelas karena mengikuti kegiatan diluar kampus atau kegiatan organisasi, bukanlah sebuah kesalahan besar. Justru karena mereka tahu bahwa akan mendapatkan ilmu yang jauh lebih dibutuhkan dibanding sekedar dikelas mendengarkan dosen memberikan materi yang bisa dibaca sendiri di rumah atau dimanapun. Tentu harus memperhatikan juga system dikampus yang mengatur per-Bolos-an.
 Bukankah kampus memberikan jatah bolos?
Ini yang terkadang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh mahasiswa, masuk kekelas setiap hari bukanlah jaminan nilainya akan besar. Karena yang namanya materi kuliah terkadang baca sendiri dirumah atau kosan sudah bisa difahami. Kenapa harus repot2 masuk kekelas. Sekali lagi bukan mengajarkan untuk bolos, tapi manfaatkan jatah tersebut untuk mengembangkan diri. Menggali potensi maupun bakat. Tinggal seberapa berani mengambil peluang tersebut.
Hal terpenting adalah kehadiran dikelas tidak menjadi penilaian oleh para dosen, karena mereka sendiri tahu dan pernah merasakan sebagai mahasiswa bahwa begitu pentingnya menggali semua potensi serta mengembangkan karakter diri. Kalaupun ada dosen yang memperhitungkan kehadiran sebagai penilaian, kemungkinan dia sendiri tidak merasakan kenikmatan sebagai mahasiswa. Qt bukan anak SD atau SMP yang harus hadir dikelas.
Gw rasa ketika mengikuti sebuah pelatihan, perlombaan, seminar dll. Justru konten yg Qt dapatkan hamper sama seperti kuliah dengan jumlah kadang 5 sks. Lebih menarik, lebih berasa, lebih sederhana…… Semuanya memang pilihan
Pernah suatu hari Gw ikut seleksi dan dengan ketidaksengajaan bertemu dengan dewan juri yang terlihat biasa saja ketika Gw di interview. Bahkan gw sendiri pasti lupa dengan mukanya, beruntung secara tidak sengaja terjadi pembicaraan yang cukup lama dengan dewan juri tersebut. Lengkapnya seperti ini:
Sehabis sarapan, gw hendak beres2 soalnya jatah tinggal di hotel udah mau habis, ketika dijalan berpapasan dengan salah satu dewan juri. Diawali dengan basa-basi hingga diskusi terkait banyak hal yang pasti berguna banget untuk kehidupan. 1,5 jam tidak terasa kami berdiri, bahkan kalau bukan gara2 panitia mengharuskan setiap peserta prepare kemungkinan akan dilanjut obrolan santai kelas tinggi. Gw ngerasa pelajaran2 hidup maupun semua tentang masyarakat yang beliau sampaikan seperti kesimpulan dari Mata Kuliah Dasar Umum yang jumlahnya sekitar 10 sks. Tapi itu bisa disampaikan dalam waktu 1,5 jam bahkan langsung ketangkep apa yang beliau sampaikan. DENGAN KETIDAKSENGAJAAN SAJA GW MENDAPATKAN ILMU YANG SANGAT LUAR BIASA, APALAGI KALAU DISENGAJA DAN DIRENCANAKAN?????
Itulah sekelumit cerita yg menunjukkan ILMU BISA DIDAPAT DIMANA SAJA, KAPAN SAJA, DARI SIAPA SAJA.
Masihkah IPK menjadi patokan mendapat kerja yang mapan???? (Bila memilih mencari pekerjaan bukan membuat lapangan kerja)
Sering banget gw denger cerita dari para senior yang memang sudah kerja dengan mapan. Nilai mereka ga bagus2 amat, bahkan ketika penyeleksian ada beberapa pendaftar dengan IPK jauh diatas dia. Justru yang diterima senior gw. Dia bilang bahwa nilai memang perlu untuk syarat administrative, tapi ketika interview yang dilihat adalah kemampuan berkomunikasi, cara berpikir, team building, dll. Semua itu didapat bukan dari materi kuliah dikelas tapi dari  ilmu yang didapat dari sekeliling Qt. Tentu saja perusahaan atau apapun itu tahu bahwa NILAI BISA DIMANIPULASI. Tapi karakter serta kemampuan diri tidak bisa dibohongi.
GA HANYA FOKUS DENGAN HASIL TAPI MAKSIMALKAN PROSES
Denis Khawarizm

Selasa, 24 April 2012

MEMBANGKITKAN KARAKTER BANGSA INDONESIA



Sudah 103 tahun yang lalu euphoria titik ledak kebangkitan bangsa Indonesia berlangsung. 20 mei 1908 sebagai saksi perubahan konsepsi perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan. Lahirnya berbagai gerakan pemersatu seluruh elemen bangsa Indonesia menjadi tumpuan cita-cita yang pada waktu itu menjadi angan-angan belaka yaitu Sebuah kata Merdeka. Namun sekarang makna merdeka hanyalah sebuah kata tanpa makna, bagaimana tidak, penghormatan terhadap para pahlawan yang sudah gugur mulai terkikis akibat penurunan degradasi moral serta karakter yang dipengaruhi dunia barat. Akibatnya bangsa Indonesia sendiri lupa terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk social.
Memaknai kebangkitan nasional sebagai titik ledak semangat kemerdekaan pada saat ini  adalah sebuah perubahan yang tertumpu pada tiga aspek:
Pertama pendidikan karakter, permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah hilangnya karakter dalam membangun jati diri bangsa. Akibatnya asas gotong royong yang selama ini tertanam dalam setiap jiwa bangsa Indonesia pudar seiring perkembangan zaman. Padahal kemerdekaan Indonesia terjadi karena semua elemen masyarakat bahu-membahu dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah. Ini yang sudah langka terlihat dalam setiap pribadi bangsa. Sehingga harus mulai kembali menanamkan karakter asli bangsa Indonesia yang berasas gotong royong serta kekeluargaan.
Kedua  mencintai Indonesia seutuhnya, bangsa Indonesia seakan lupa kalau sesungguhnya memiliki kekayaan yang sangat melimpah dan menjadi incaran penjajah hingga sekarang karena ketidakcintaannya terhadap Indonesia. Padahal bila dimaksimalkan dengan baik, mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Beberapa dimanfaatkan dengan baik, hanya saja oleh orang pribumi individualis bahkan lebih parah oleh pihak asing. Hal ini menjadikan  masyarakat Indonesia seakan tidak memiliki apa-apa, kekayaan alam yang ada di negeri ini seperti fatamorgana.
Ketiga menggunakan produk dalam negeri, sekarang ini produk asing sudah merajai pangsa pasar negeri ini. pasar tekstil 80%,  farmasi 80%, teknologi 92%, bahkan air minum 93% yang semuanya itu dikuasai pihak asing. Keuntungan yang diperoleh tidak masuk kas Negara atau meningkatkan perekonomian masyarakat kita,  justru menjadi pemasukan Negara asing. Lantas siapa yang membuat mereka maju??? Kita juga yang menjadikan produk-produk asing merajai pasar di Indonesia karena kita lebih senang menggunakan produk asing sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apalagi dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa pada sensus penduduk tahun 2010 menjadikan peluang besar bagi pihak asing untuk memanfaatkan kita sebagai konsumen produk-produknya. Hal ini membuat entrepreneur di Indonesia kewalahan dalam bersaing karena kalah dalam promosi ditambah dengan masyarakat yang seakan mremehkan hasil karya bangsa sendiri dengan tidak menggunakan produk dalam negeri. Padahal bila banyak entrepreneur yang kuat di Indonesia akan mampu meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia.

Ketiga aspek diatas saling berkaitan karena langkah pertama yang harus dibentuk adalah karakter sebagai bangsa Indonesia agar dapat mencintai Indonesia seutuhnya dan bangga menggunakan produk dalam negeri. hal ini harus dimulai dari yang kecil agar lambat laun akan tumbuh menjadi perubahan yang besar. Dimulai dari diri sendiri, kemudian ditularkan kepada orang lain agar Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan dan kembali menjadi macan asia yang ditakuti oleh seluruh penjuru dunia.

Minggu, 22 April 2012

PROFESIONALISME GURU TERGADAIKAN


Kurikulum dan Sistem pengajaran merupakan salah satu unsur pendukung keberhasilan dalam proses belajar-mengajar. Namun ada hal terpenting yang sangat menentukkan keberhasilan tersebut, yaitu tenaga pendidik atau lebih dikenal dengan sebutan guru. Sosok yang sering berinteraksi dalam pembelajaran ini sebagai cerminan terhadap keberhasilan siswa dalam menguasai suatu materi yang disampaikan dan pengajaran yang merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas. Tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya
Sekarang ini tidak sedikit orang yang berebut kursi untuk menjadi guru pns karena diiming-imingi gaji yang besar dan tetap. Sedangkan untuk mendapatkan status sebagai pns harus memenuhi syarat, diantaranya minimal lulusan D3/S1 dan harus mengikuti seleksi tes cpns yang tidak menutup kemungkinan tes tersebut hanya sebagai formalitas bagi orang-orang yang sudah memesan terlebih dahulu kursi, bahkan sudah dipastikan mendapatkan jatah kursi pns tersebut dengan berbagai cara yang dilakukan sebelum proses tes berlangsung. Itu memang hal yang sering terjadi ketika persaingan menjadi tolak ukur untuk mencapai sesuatu. Sehingga ini berdampak pada siswa yang seharusnya mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang layak sebagai warga Negara Republik Indonesia tidak terpenuhi dengan baik. Padahal dalam pasal 39 UU No 20/2003 dijelaskan tugas guru yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat
Pendidikan yang layak itu selain mencakup dari sarana dan prasarana, juga tenaga pendidik yang memang layak dan mampu membimbing sekaligus mengarahkan siswa dalam pemahaman terhadap sebuah  materi ajar. Sering terlupakan bahwa keberadaan guru dikelas hanya dijadikan formalitas atau menggugurkan kewajiban  karena telah mendapat gaji dari pemerintah (red-asalnya dari rakyat), bukan sebagai bentuk pengabdian diri untuk mengarahkan, membimbing, maupun mengawasi siswa agar menjadi warga Negara yang cerdas dan dapat membangun negeri menjadi lebih baik.
Kurangnya tanggung jawab itu akibat kebutuhan untuk keberlangsungan kehidupan yang semakin meningkat, tidak diimbangi dengan penghasilan yang memadai. Hasilnya, kinerja guru kurang maksimal atau bahkan mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan yang tidak bisa mengharapkan gaji tetap untuk memenuhi kebutuhan 100%.  Ada sebagian guru harus mengajar dibeberapa tempat yang berdampak pada ketidakfokusan dalam mengajar walaupun tujuannya baik untuk menambah penghasilan. Selain itu, ada juga yang menjadi tukang ojeg sebagai pekerjaan sampingan diluar aktifitas mengajarnya, memberi les pada sore hari, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Yang lebih parah bila pada saat jam mengajar, justru bekerja dilain tempat dengan memberikan semacam tugas kepada siswanya. Disisi lain itu adalah hal wajar, tapi keputusan menjadi seorang tenaga pendidik, apalagi terikat dengan status (red-PNS) berarti sudah komitmen untuk siap mengabdikan diri menjadi tenaga pendidik dengan aturan yang berlaku.
Disini peran pemerintah sangat berpengaruh terhadap kondisi tersebut, karena sebagain besar masalah diakibatkan oleh kurangnya penghasilan dari hasil mengajar. Ini menjadi renungan untuk bisa dicari jalan keluarnya agar permasalahan klasik tersebut dapat diselesaikan. Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 dalam UU  sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Meningkatkan penghasilan mungkin bisa menjadi solusi, tapi sifat ketidakpuasan manusia dengan sesuatu yang  telah diperolehnya menjadi hal yang harus menjadi rujukan untuk menjadikan solusi tersebut sebagai satu-satunya yang dapat terealisasi. Selain itu, ketika pendapatan menjadi tenaga pendidik yang berstatus PNS meningkat, akan memacu persaingan yang lebih besar lagi untuk memperebutkan status itu. Bahkan segala cara bisa dilakukan agar mendapatkan status tersebut.
Perlu merapihkan  kembali tatanan kependidikan di Indonesia agar mampu menghasilkan tenaga pendidik yang dapat memberikan kontribusinya dalam Pengembangan akhlak dan moral yang sangat diperlukan siswa untuk menjaga diri dari kerusakan terutama di Era globalisasi ini, seperti pergaulan yang semakin bebas tanpa batas. Kalau tidak kuat pertahanan diri pribadi (akhlak), maka akan terjerumus dan melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Disinalah salah satu peran guru untuk bisa mengarahkan siswanya, apalagi pada saat di sekolah peran guru sebagai orang tua harus mampu berperan layaknya orang tua kandung siwa tersebut. Seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang sekarang ini sudah mengalami penurunan kualitas dengan melihat keadaan Negeri ini yang tidak kunjung membaik dari segi perekonomian, pembangunan, maupun kesejahteraan. Keadaan tersebut sedikit atau banyaknya diakibatkan peran guru yang kurang mampu membimbing dan mengarahkan siswanya menjadi lebih baik dari segi akhlak,moral ataupun pengetahuan. Ini penting karena siswa akan berevolusi menjadi pemuda The Agent Of Change (Agen Perubahan), yaitu pemuda yang mampu merubah tatanan Negeri menjadi lebih baik. Semangat para guru buktikan bahwa Engkau adalah Pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya.
 Denis Khawarizm

Sabtu, 21 April 2012

TUHAN SAJA YANG BAIK


            Ombak begitu tingginya pagi itu, lambaian angin seperti tangan yang mencengkeram siapa saja yang mendekatinya. Bahkan angin mulai mencari korban cengkramannya sebagai sesembahan pengabdiannya. Namun  tidak ada satupun orang yang berani keluar dari gubuk-gubuk kayu jati berdinding bilik, atau sekedar menengokkan mukanya. Sangat sepi tidak seperti biasanya, hilir mudik nelayan yang biasanya membawa hasil tangkapan semalam tidak terlihat. Mungkin cuaca yang sedang tidak bersahabat atau marah melihat tingkah laku manusia yang tidak mau bersyukur.
**********
            Penduduk berkerumun di tepi pantai, memang matahari sudah mulai memperlihatkan kecantikannya. Setelah bersembunyi ketakutan melihat air langit berjatuhan dengan ganas tanpa memandang siapapun. Sesosok pemuda lusuh dengan robekan disetiap bajunya, terbaring kaku. Penduduk belum bisa memastikan dia masih hidup atau sudah menjadi mayat yang siap untuk dihanyutkan sebagai persembahan warga kepada Sang Pemilik Laut.
            Kepala dusun yang hanya bersarung menghampiri pemuda itu, menatap tajam dan menempelkan tangannya pada daerah denyut nadi. Beberapa kali dicari tetap saja tidak ada tanda-tanda dia masih hidup. Beranjak ke hidung dan mencoba merasakan ada atau tidaknya udara yang keluar dari hidungnya.
“Pemuda ini sudah tidak bernapas”  teriak kepala dusun.
“Cepat, ambil perahu di ujung sana!”
Kepala dusun menatap Arman, salah satu penduduk yang dari tadi paling depan menyaksikan pemuda itu.
“Cepat, kau ambilkan perahu itu!”
“Ba… baaaaiiik pa, tunggu sebentar.”
Arman pergi meninggalkan kerumunan penduduk sambil berlari hendak mengambil perahu yang terpaku sejak beberapa hari yang lalu. Pikirannya melayang-layang memikirkan perintah Kepala Dusun itu. Pertanyaan-pertanyaan yang secara sengaja mulai mengganggu pikirannya. Dia bingung untuk apa perahu itu, padahal ada seorang pemuda yang entah sudah mati atau masih sekarat butuh pertolongannya. Kondisi laut saat itu sangatlah tidak bersahabat, ombak belum lelah menari-nari. Tidak mungkin pergi ke kota yang ada hanyalah memberikan nyawa kepada laut.
Sesampai ditempat penepian perahu langsung saja dibuka pengikatnya dan menariknya menuju pemuda itu. Nafas yang sudah tidak teratur tetap memaksa menyelesaikan tugas Kepala Dusun. Siapapun tidak ada yang berani dengan dia. Keberaniannya menghadapi terjangan ombak paling ganas di usia yang belum beranjak 15 tahun hanya untuk menyelamatkan temannya yang tenggelam. Setelah berhasil menyelamatkan temannya, dia pun langsung mendapat sanjungan dari semua penduduk.
Di usia 17 tahun, penduduk mempercayakan pimpinan tertinggi di daerah tersebut. Bukan tanpa sebab, melainkan keberaniannya yang melebihi orang-orang dewasa. Sikap menolongnya yang tinggi tanpa melihat status atau apapun memperkuat keyakinan penduduk untuk memilihnya sebagai Kepala Dusun. Sebuah jabatan yang terlihat kecil, tapi penduduk begitu patuh dengan perintahnya. Bagi mereka melaksanakan perintah dari pemimpin adalah kepatuhan yang mutlak harus dijalankan. Bukanlah persoalan bagi mereka karena selama ini tidak ada satu pun perintah yang menyengsarakan atau merugikan.
Awal massa kepemimpinannya, Kepala Dusun itu langsung melakukan gebrakan dengan menjalankan tugas secara telaten. System perekonomian yang mulai dibangun, ketahanan pangan yang langsung digalakkan. Tidak hanya membuat senang tetapi membuat heran seluruh penduduk. Seorang pemuda umur 17 tahun sudah mengerti perekonomian dan ketahanan pangan. Namun tidak ada satupun yang berani menanyakannya.
**********
Arman sekuat tenaga membawa perahu, penduduk lain mulai berhamburan membantunya. Kepala Dusun langsung mengangkat pemuda itu. Perahu mulai di arahkan ke laut untuk membawa  pemuda tersebut menuju kota.
“Siapa yang mau ikut saya? Dia masih bisa hidup.”
Menatap setiap penduduk dengan penuh ketergesaan, lama tidak ada jawaban. Jelas saja tidak ada yang berani, melihat ombak yang masih ganas untuk dilewati. Langsung saja dibawa pemuda ke kota untuk berobat kekota karena belum adanya dokter didaerah tersebut.
Penduduk heran dengan sikap Kepala Dusun yang berkata pemuda itu sudah tidak bernafas, justru hendak dibawa kekota dan berobat disana.  Bahkan yakin kalau dia masih bisa hidup.  Keheranan penduduk tidak berlangsung lama, melihat seringnya Kepala Dusun melakukan hal-hal yang aneh.
Seminggu berselang Kepala Dusun tiba di kampungnya dengan membawa pemuda yang terlihat lebih baik dibandingkan ketika terbujur kaku seminggu yang lalu. Penduduk berhamburan menolong Kepala Dusun dan pemuda tersebut. Tangan pemuda  disandarkan pada kain yang diikat pada bahunya. Kemudian dibantu oleh penduduk kerumah Kepala Dusun. Sesampainya dirumah, rebahanlah pemuda itu dengan kondisi badan belum begitu bugar.
Malam hari, seperti biasanya sebagian penduduk sudah mulai bernelayan karena ombak sudah mulai tenang. Penduduk berkeyakinan ombak kembali bersahabat setelah dikalahkan oleh Kepala Dusun. Namun tidak ada satu pun yang berani memastikan kebenarannya dan hanya menjadi topic pembicaraan penduduk.
Pemuda itu bangun dari tidur lelap sejak tadi siang. Untuk bangun masih harus dibantu. Sejak tadi Kepala Dusun menungguinya, meninggalkan kebiasaan tugasnya yang tidak pernah absen mengontrol sekitaran rumah penduduk. Berbeda kali ini, tubuhnya tidak beranjak dari kursi tua semenjak tertidurnya pemuda itu.
Beberapa hari berselang, kondisi badan pemuda itu mulai membaik. Tangannya sudah beranjak sembuh. Bahkan mampu membantu penduduk sekitar memotong kayu untuk bahan bakar sehari-hari. Sementara Kepala Dusun kian hari semakin berkurang keceriannya, terlihat jelas dimatanya ada rasa kegelisahan dan ketakutan.
“Pak, saya sudah mulai membaik”
Pemuda itu mengagetkan lamunan Kepala Dusun.
“Bagus kalau begitu, jangan terlalu banyak gerak. Tangan Kau belum sembuh betul itu.”
“Siap pak, oh iya saya belum memperkenalkan diri. Nama saya Sartana.”
Kepala Dusun kaget dan terlihat sangat gelisah.
“Sartana……. Hmmmm nama yang cukup bagus.”
Sartana beranjak menuju rumah Kepala Dusun dan mencari sesuatu yang hilang miliknya.
“Kotak itu ada didalam lemari, ambil saja pasti kamu mencari barang itu.”
Suara yang tidak begitu tegas mengagetkan pencarian Sartana.
Tanpa berpikir panjang diambilah kotak berukuran sedang yang masih lengkap dengan kain penutupnya. Kemudian Sartana menceritakan betapa berharganya kotak itu. Kotak yang  berisi sebuah pisau merupakan titipan dari orang tuanya ketika hendak meninggal dunia. Mereka meminta untuk membalaskan dendamnya kepada orang yang sudah menghancurkan hdiup orang tua Sartana, bahkan sampai membunuhnya. Sebelum meninggal ibu Sartana sempat memberikan pesan. Malam sudah sangat larut, sehingga cerita pun terpaksa dihentikan dan mereka tertidur dalam satu ranjang.
Pagi terasa begitu bersahabat, kicauan burung dari tadi menghantarkan nelayan yang baru tiba dari laut dengan membawa segala macam ikan untuk dijual. Matahari sudah tidak malu lagi memancarkan cahayanya hingga menembus jendela terbuka rumah Kepala Dusun. Cahayanya yang masuk membangunkan tidur Sartana, dia sudah tidak melihat Kepala Dusun. Biasanya Kepala Dusun setiap pagi mengontrol pasang surut air laut. Entah dengan mantera atau ilmu yang tidak satupun penduduk tahu, Kepala Dusun mampu menenangkan laut seganas apapun.
Sartana menghampiri Kepala Dusun sekaligus hendak berpamitan untuk meneruskan perjalanannya. Kepala Dusun tidak bisa memaksa dia untuk tetap tinggal bersamanya, walaupun terlihat berat untuk berpisah. Sartana sudah seperti saudara kandungnya sendiri yang lama tidak berjumpa.
Perjalanan Sartana tanpa arah tujuan, setiap penduduk yang ia temui selalu ditanya dengan pertanyaan yang sama.
“Pa, tahu atau pernah mendengar laki-laki yang bernama Patrajasa?”
Ketika bertemu dengan seorang lelaki separuh baya.
“Maaf nak, bapak belum pernah mendengar nama itu”
Beberapa kampung sudah ia lewati dan selalu saja jawabannya sama ketika ditanya tentang lelaki bernama Patrajasa. Sempat putus asa dan hendak kembali ke tempat asal untuk melanjutkan kehidupannya. Namun hal itu urung dilakukan setelah bertemu dengan seorang kakek yang sempat ia Tanya tentang Patrajasa. Setelah mengucapkan terima kasih pada kakek tersebut, lantas ia langsung berlari dengan sekuat tenaga menuju perkampungan yang telah menyelamatkan hidupnya.
Malam kali ini begitu hening, bulan ataupun bintang tidak memperlihatkan sedikitpun kecantikannya. Semua langit tertutup awan hitam yang siap menghantam siapa saja dengan air hujannya. Tidak ada penduduk yang lalu-lalang, mungkin malam sudah sangat larut. Sartana kembali kerumah Kepala Dusun dan menancapkan pisaunya kepada Kepala Dusun yang sedang tertidur lelap.
**********
ketika keputusasaan Sartana memuncak mencari orang yang hendak ia bunuh, pada saat itu juga ia di ketemukan dengan seorang kakek yang sedang lewat. Tanpa basa-basi Sartana langsung menanyakan pertanyaan yang sama dari setiap orang. Sempat ia berfikir pasti jawabannya akan sama dengan penduduk yang lain. Namun tidak disangka-sangka kakek itu tahu siapa Patrajasa dan keberadaannya sekarang. Kakek itu lalu menceritakan bahwa Patrajasa adalah warga seberang timur yang terbawa arus hingga sampai kepulau ini. keberaniannya sangat terkenal seantero pulau ini. sekarang dia menjabat sebagai pemimpin dikampung sebelah utara pantai. Kaget bukan main ketika mendengar penjelasan kakek itu. Karena kampung tersebut telah menyelamatkan nyawanya, bahkan Patrajasa yang ia cari adalah Kepala Dusun itu.
Emosi yang semakin memuncak menutupi kebaikan yang sudah dilakukan oleh Kepala Dusun, bahkan Sartana tidak menanyakan kebenaran kepada kakek itu serta ketidaktahuan warga terhadap Patrajasa yang sebenarnya mereka sangat tahu. Pesan ibunya terus terngiang-ngiang, pesan sebelum tiba kematian kedua orang tuanya. Pesan singkat yang berisi:
“Nak, kamu adalah satu-satunya anak kami, tolong balaskan dendam kami kepada Pramunti dan keluarganya. Mereka telah mengambil harta dan kehidupan kita. Itu akan membuat kami tenang disana.”
Dalam pikiran Sartana tidak ada kata apapun kecuali pesan dari ibunya, sesampainya dikampung tersebut langsung ia bunuh Kepala Dusun.
Sebelum mati kepala dusun mengucapkan sebuah kalimat dengan terbata-bata:
“Sartana, Aku sebenarnya sudah tahu kedatanganmu kesini. Aku sudah mulai khawatir karena engkau akan membunuhku. Aku tahu Pramunti dan suaminya sudah mati dan Kau akan membunuh anaknya, yaitu yang bernama Mandula Patrajasa. Dan itu Aku.”
“Lantas kenapa Aku harus membunh orang baik sepertimu?”
 “Karena Pamunti telah mengambil harta terbesar orang tuamu, yaitu Aku.”
 “Maksudmu?”
“Aku sebenarnya adalah kakak kandungmu yang diambil paksa oleh Pramunti, karena sejak kecil dia mengasuhku, maka Aku tidak pernah mau disentuh oleh orang tuamu. Padahal mereka telah melahirkanku. Setelah Pramunti membunuh orang tuamu lantas kabur menyeberangi pulau dan ditengah perjalanan perahu itu oleng dan kami tenggelam. Hanya Aku saja yang masih hidup.”
“Kenapa penduduk tidak mengenal namamu, Patrajasa?”
“Aku memperkenalkan diri dengan nama Mandula, hidupku sudah akan berakhir. terimalah permintaan maaf Kakakmu ini yang tidak terus terang ketika Kau datang pertama kali kesini.”
Hujan turun begitu deras bersamaan suara petir yang memekikkan telinga. Ketika itu pula Mandula Patrajasa atau Kepala Dusun itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Sartana begitu menyesali perbuatannya yang tidak berfikir matang dan hanya mementingkan emosi semata. Air matanya membasahi kepala Kakaknya itu, padahal sebelumnya ia berpikir bila telah membalaskan dendam orang tuanya tentu ia adalah orang yang sangat baik. Dalam penyesalannya dengan suara lirih ia berkata: “Ternyata hanya Tuhan saja yang baik.”
 Oleh: Denis Khawarizm